🌼 Impas 🌼

554 124 19
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baik tidaknya seseorang tidak bisa dilihat hanya dengan sekali lirik."

•••

    "Papa nganter mama ke Djakarta, oma sakit. Dia harus rawat inap, kena gejala stroke.

   "Awalnya Manda mau ikut, tapi dilarang karena harus sekolah. Abang juga.

   "Jadi ya Manda berharap banyak kalau Paras mau nemenin Manda sampai mama pulang dan dapet izin dari Om sama Tante."

   "Boleh bangetlah, Parasnya juga pasti mau. Iya kan, Ras?"

   Percakapan beberapa menit lalu yang didominasi oleh Manda dan Wira membuat Paras masih berada di kediaman Purbayu. Entah sampai kapan. Kemungkinan besar tidak sampai seminggu, karena setelah Hita atau Bayu pulang, Paras hanya akan numpang di rumah mereka sampai matahari terbenam.

    Biasanya, Nimas dan Wira akan pulang setelah Isya atau jam sepuluh malam. Itulah saatnya Paras pulang ke rumah aslinya.

    Dia tidak keberatan, bahkan bisa dibilang senang, karena jika dia di sana, Nimas dan Wira bisa menghabiskan waktu bersama.

     Tidak ada Paras yang tidur menengahi, tidak ada Paras yang tidur mutar sampai Wira memutuskan untuk tidur di kamar lain. Tidak ada. Nimas dan Wira akan punya quality time lebih banyak, dan itu bagus. Karena Paras yakin, dengan begitu hubungan kedua orang tuanya bisa menjadi lebih baik.

    "Semua yang ada di ruangan ini punya Kakak?"

   "Bukan. Ini punya Armanda."

   Paras melirik Armanda yang sedang menyetem dawai, sesekali memetiknya. Kepala gadis itu manggut-manggut mengikuti irama petikan, sedangkan matanya memejam erat. Terlihat sangat damai, seperti hanya sendirian di ruang musik tanpa adanya Paras dan juga Pras.

   "Keliatan kalem ya kalau lagi gitu."

   "Emang." Pras mendudukkan diri di samping Paras, pada sebuah sofa yang hanya cukup diduduki tiga orang. Formasinya Paras di pojok kanan, sedangkan Pras di pojok kiri. Tubuh tegap lelaki itu menyerong, melipat kaki kiri, dipangku di paha kanan. "Nggak keliatan kalau toa."

    "Setuju."

   "Sama kayak lo."

   Paras menoleh cepat. "Apa?"

   Pras menunjuk naskah drama di tangan Paras yang ditumpuk lembar soal matematika. "Kalau udah asyik ngafalin itu, keliatan kalem, nggak pecicilan."

   "Paras kan emang kalem. Anti pecicilan-pecicilan club." Paras membusungkan dada, menepuk-nepuknya jumawa dengan wajah super duper songong.

   Pras menyentil jidat Paras, membuat gadis itu mengaduh. "Terlalu percaya diri."

   "Harus itu."

Do Our Game (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang