🌼 Sebagai Ucapan Maaf 🌼

628 128 42
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Barang kecil pun akan berarti banyak, bila memberi dengan rasa cinta."

•••

    Ini pertama kalinya Paras bertemu Bayu. Pria paruh baya dengan brewok tipis yang menghiasi dagunya itu masih tampak bugar di usianya yang menginjak lima puluh delapan tahun.

   Badannya yang sebesar Pras melewati Hita, mengambil kopi yang baru saja istrinya buatkan.

   "Paras jangan sungkan. Kalau mau makan apa-apa, kalau di sini ada, ambil aja." Bayu tersenyum, mengecup pipi Hita sekilas sebagai tanda terima kasih atas kopinya dan mendudukkan diri di kursi kayu jati di meja makan.

   "Iya, kalau mau mandi, ngajak temennya belajar kelompok, dan lain-lain juga dibawa santuy. Anggap aja rumah sendiri." Hita mengusap puncak kepala Paras yang sedang mengupas bawang.

  Paras tersenyum lebar. "Iya, Ma, Om."

   "Kalau kamu manggil Hita Mama, ya panggil saya Papa juga, dong. Rasanya nggak adil kalau yang kamu panggil gitu Hita doang." Bayu pura-pura merajuk, menekuk wajahnya.

   Paras tergelak, memberi hormat pada Bayu dan berkata dengan lantang, "Siap, Papa Bayu!"

  "Nah, gitu." Bayu tersenyum senang dan menyesap kopi panasnya.

   Hita dan Paras kembali asyik dengan kegiatan mereka. Hita mengaduk sopnya, sedangkan Paras meninggalkan bawangnya dan beralih pada setumpuk kacang panjang di dekat dispenser.

   "Minya datang!" Armanda berjalan riang dari arah luar dengan Mbok Inah—rewang di rumah Hita—yang baru saja ke supermarket dengan Armanda.

   Hita menyambut keresek belanjaan di tangan Mbok Inah dengan senang hati. Armanda yang baru saja sadar dengan keberadaan sang papa memekik senang dan memeluk Bayu dari belakang. "Akhirnya pulang! Lupa rumah apa gimana, sih?!" makinya antara kesal dan bahagia karena sang papa ujug-ujug ada di meja makan.

   "Papa kan udah bilang pulang telat."

   Armanda mencebik, berjalan mendekati Hita yang memindahkan sop dalam panci ke dalam mangkuk raksasa. Mbok Inah yang peka membantunya.

   "Biasanya juga pulang jam tiga," sangkal Armanda.

   "Tadi ada pembagian tugas buat karyawan," Bayu menyesap kopinya, "mereka masih baru, butuh banyak bimbingan."

   Armanda tak acuh, lebih memilih membantu Mbok Inah yang memindahkan lauk-pauk dari keresek belanjaan ke dalam wadah yang layak saji seperti piring dan mangkuk.

   "Panggilin Pras, dong, Nda. Abang kamu itu kalau udah nemplok sama pulau kapuk bisa nggak bangun seharian," pinta Hita.

   "Males, ah, Ma. Abang suka budek."

Do Our Game (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang