BAGIAN 12

136 45 15
                                    

Selang seminggu dari hari penyematan lencana yang dilaksanakan begitu sederhana, Joanne mungkin tidak pernah menyadari kalau perjalanannya akan seberat ini. Ditambah dengan keputusan baru yang menjadikan Arthur sebagai pelatihnya, menambah porsi kebenciannya terhadap si pemuda yang semakin semena-mena. Seharusnya Joanne percaya lebih awal pada ucapan Carrie yang memperingatinya jauh-jauh hari, karena nyatanya seratus persen akurat.

Arthur ingin, maka Arthur dapat.

"Kau belum lulus pada ujian pertama tempo hari, 'kan?" ujar Arthur membuyarkan segala umpatan yang sebelumnya bersarang dalam kepala Joanne. "Jadi, sekarang aku ingin kau berhasil menyebrangi danau buatan itu."

Arthur menjeda, sebelum kemudian mendekatkan mulutnya guna berbisik, "Tanpa tenggelam, karena kau menyusahkan."

Tanggapan yang diberi Joanne sejauh ini nihil, alias gadis itu sama sekali tak menyahut atau membantah. Ia justru bergerak cepat melepas alas kaki, lantas berjalan mantap mendekati bibir danau. Terlihat percaya diri dari luar, namun gugup setengah mati di dalam. Bagaimanapun, dia tidak bisa berenang.

"Singkirkan sisi payahmu itu!"

Mendengar Arthur begitu lancang menyerukan ejekan, tak urung kembali memantik nyali Joanne yang sempat redup. Gadis itu berulang kali menghela napas panjang, berharap sugesti pikiran dapat membantu kemampuannya. Dua kali ancang-ancang, Joanne lantas meloncat masuk ke dalam air.

Sementara Arthur pada jarak sepuluh meter dari tempat Joanne membasahi diri, terlihat tengah tersenyum puas ketika Joanne mulai kewalahan setelah beranjak beberapa kayuhan. Pemuda dengan surai light blonde tersebut kemudian menyeringai sampai gigi taring panjangnya menyembul keluar dari garis bibirnya yang tipis. Ia bersedekap dada seraya melangkah mendekat ke pinggir danau, mendudukkan diri di atas rerumputannya lalu bertopang dagu.

"Ah, kurasa agaknya dia memang benar-benar payah dalam renang." komentarnya sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepala, tampak menikmati pemandangan bagaimana Joanne mencoba mengais udara di antara ambang batasnya.

"Haruskah aku menolongnya?" lanjutnya masih setia bermonolog. "Tapi itu merepotkan, jadi sepertinya tidak perlu."

Sedangkan Joanne semakin bergerak tidak karuan saat merasakan pasokan oksigennya sudah mencapai limit. Tangannya yang mulai keram tak henti-henti mengepak berusaha mengisi ulang napasnya meski nihil yang ia jumpai. Rasanya ia ingin menangis, terlebih ketika mulutnya justru menelan begitu banyak air sampai terasa memenuhi dada. Kakinya terasa berat, begitu sulit digerakkan untuk mencapai permukaan tanah di seberang, atau bahkan sekadar kembali ke posisi awalnya.

Pada sisa-sisa tenaganya, Joanne hampir menyerah.

***

"Hei! Apa temanmu itu benar-benar tidak punya otak?"

Judy yang ditugaskan mengawasi jalannya latihan memekik panik dari jendela tempatnya berdiri, tepat berada di luar arena latihan fisik. Di sebelahnya ada Kevin, yang sama paniknya. Sepasang sejoli itu lekas memutar posisi, mencari celah agar bisa masuk ke arena yang sengaja dikunci dari dalam oleh Arthur.

"Minggir, biar kudobrak saja," cetus Kevin sembari mempersiapkan diri.

Judy menyela. "Jangan bodoh. Bagaimana bisa kau mendobrak pintu besi dengan sistem kunci laser pemotong? Kau mau tubuhmu tercincang?"

Seakan tersadar, Kevin kembali memundurkan tubuhnya. Pemuda tampan satu itu kemudian melirik ke sembarang arah, yang beruntungnya menemukan bok sekering yang biasanya dijadikan tempat tuas darurat dipasang. Judy yang langsung paham isyarat mata sang rekan lantas ikut berpartisipasi, membongkar bok sekering dengan menendangnya.

Something Unexpected ; AsaRyu [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang