BAGIAN 24

107 24 0
                                    

Pukul dua dini hari, Joanne terbangun dengan terkesiap. Sepasang netranya dalam sesaat berubah amat waspada, lengkap serta kepala yang ditolehkan kesana-kemari. Panik menyergapnya tiba-tiba tatkala menyadari bahwa ruangan yang kini ditempatinya bukanlah ruangan yang sama dengan terakhir kali ia ingat.

"Ah ... ternyata ini hanya kamarku." lirih Joanne seraya mengembuskan napas panjang setelah dirasa otaknya benar-benar memahami, memberinya rasa lega sesaat. Sebelum pada akhirnya, Joanne kembali teringat lain hal. "Bukankah kemarin aku ada di balkon bersama Arthur?"

Pemudi bersurai sebahu itu lekas menyingkap selayar kain yang terbentang menyelimuti tubuhnya, lantas menghela napas lega sekali lagi seusai memastikan tubuhnya yang masih berbalut pakaian lengkap tanpa celah. Joanne kemudian memutuskan bangun ketika dwimanik jernih itu tidak dapat kembali terpejam seperti sedia kala. Ia menuntun sepasang tungkai miliknya menjauhi pembaringan untuk lalu mendekati pintu. Jemarinya diarahkan guna menggulir kenop pintu, menarik daun kusen sehingga yang terpampang sekon selanjutnya ialah lorong panjang mansion.

"Sebentar, rasanya, aku kemarin bersama Arthur. Apa itu hanya bagian dari mimpi?" monolognya yang masih berdiam diri di depan pintu kamar, enggan beranjak dan justru berakhir melamun dengan pandangan kosong kehilangan minat. "Tidak, tidak. Aku yakin yang kemarin itu benar-benar terjadi. Oke, dan sekarang, dimana dia?"

Kaki-kaki jenjangnya setelah itu sengaja dituntun lagi. Kali ini beranjak keluar, menyusuri lorong mansion yang lalu membawanya menuju tangga penghubung lantai. Segera saja ia bergegas turun, sesekali melempar senyum kecil kepada awak mansion termasuk para maid yang tengah berkeliaran dan kebetulan berpapasan dengannya. Joanne tidak lagi heran atas eksistensi mereka, sebab nyatanya, mansion tidak akan pernah diperbolehkan sepi.

Tepat pada tiga undak terakhir anak tangga, Joanne menangkap presensi Charles yang sedang berjalan menunduk sehingga tidak menyadari kehadirannya. Lekas saja, Joanne menepuk bahu sang agen pemegang bidang medis itu. Meskipun tepukan tersebut pelan dan pula tenaga yang dikeluarkan tidaklah seberapa, hal itu tetap berhasil membuat Charles berjengit terkejut. Pemuda itu lebih dulu membenahi letak kacamata yang bertengger pada batang hidung bangirnya sebelum berucap setelahnya.

"Ada apa, Joanne? Kenapa malam-malam begini malah berkeliaran keluar kamar dan bukannya istirahat?" cecar Charles dengan sebelah tangan sengaja didaratkan di samping tubuhnya sendiri, setengah berkacak pinggang.

Joanne mengernyit. "Tahu dari mana kalau aku barusan keluar dari kamar? Kau menguntitku, ya?"

"Jangan ngawur. Arthur yang membawamu masuk ke kamar kemarin. Katanya, kau ketiduran di balkon atas." Charles berdecak pelan, tapi sesaat setelahnya ia lantas memasang ekspresi jahil dengan alis yang berkali-kali dinaik-turunkan. "Kalian memangnya habis berbuat apa kemarin sampai kau ketiduran begitu?"

"Apa!? Jangan membuat asumsi yang tidak-tidak. Kami berdua hanya berbincang biasa. Tidak ada yang perlu kau curigai." bantah Joanne dengan wajah kesal yang begitu kentara terlihat. "Arthur membawaku bagaimana? Diseret, ya?"

"Kurang-kurangi prasangka burukmu itu. Aku ada di sekitar sini sewaktu Arthur memindahkan dirimu dengan menggendong tubuhmu di atas punggungnya, mengendap-endap pula seperti pencuri sebab katanya tidak mau membangunkanmu. Aku ada di sekitar sini kemarin dan justru melihat adegan sangat tidak ramah untuk kaum lajang dengan mata kepalaku sendiri." tandas Charles yang sebenarnya sudah ingin naik. Namun, aksinya terhenti saat dirinya kembali berbalik menatap Joanne. "Oh iya, satu lagi. Wajah Arthur saat itu terlihat jauh lebih cerah dibanding biasanya. Aku bahkan bisa melihat jelas senyum tipis yang ia gurat cuma-cuma. Jadi, apapun yang telah kau lakukan untuknya, terima kasih."

Joanne memberikan cengiran canggung, lantas menyahut ringan. "Lalu, sekarang, di mana Arthur?"

"Hmm? Memangnya kau belum tahu? Arthur dapat misi baru."

Air muka Joanne berubah drastis dalam sekejap, begitu signifikan, entah ada apa yang terjadi padanya. Yang jelas, perasaannya tidak karuan rasanya. Segala ujung kemungkinan yang tertambat dalam benaknya seketika menggulung laksana benang kusut. Membuat Joanne bahkan tidak sadar bahwa Charles sudah pergi lebih dulu setelah berpamitan dengan alasan hendak beristirahat.

"Misi baru, ya?"

***

Joanne benar-benar tidak bisa tertidur lagi sehabis pertemuan tidak sengajanya dengan Charles tiga puluh menit lalu itu. Gelas berisi air mineral yang semula sengaja ia isi untuk ditaruh di atas nakas, bahkan sekarang sudah tandas sampai dasar. Joanne tahu persis, raganya tidak pergi kemanapun, tetapi pikirannya melalang jauh tanpa bisa ia hentikan. Sejauh manapun rasa risau dan pemikiran kusutnya dibentangkan, pada akhirnya akan berlabuh pada satu tujuan juga.

"Misi ...." gumam si manis dengan arah pandang ditujukan lurus menatap langit-langit kamar yang amat tinggi. "Ayolah, Jo, ini hanya misi. Tidak perlu berlebihan. Pemberian misi mendadak terhadap agen profesional seperti Arthur itu bukanlah hal aneh. Sekarang, berhenti berpikiran tidak-tidak dan lekas tidur!"

Titahan yang ditujukan untuk dirinya sendiri itu berusaha dipatuhi sebisa mungkin. Joanne mulai mencoba memejamkan sepasang kelopak matanya, berupaya—memaksa—mengosongkan beban pikirannya demi hanyut ke dalam alam mimpi. Namun, seakan tidak mengizinkan untuk segera terlelap, rasa cemas yang menghantui Joanne tak kunjung hilang, justru semakin bersarang sementara ia sendiri tidak bisa mengendalikan tekanannya.

Joanne mengerang. "Ah, sialan!"

Pemudi yang memegang posisi resmi sebagai petarung aktif itu lantas memutuskan untuk keluar kamar, lagi. Kaki jenjangnya ia arahkan melewati pintu dengan gontai, rasanya berat namun ia juga merasa ada magnet yang mewajibkannya beranjak keluar dari kamar. Joanne tidak banyak berpikir lagi untuk memutuskan berjalan menuju atap mansion—tempat dimana terakhir kali melihat Arthur kemarin.

Belum sempat telapak kakinya menyentuh lantai atas, terdapat silau cahaya yang sekilas nampak membias. Joanne memicingkan mata, mencoba memperjelas kemampuan matanya menjangkau objek dari jarak sekian meter terbentang ke depan, terlebih ditambah pencahayaan yang sudah amat gelap. Baru saja ia hendak melangkahkan tungkainya mendekat, tepukan pelan pada bahu sukses mengejutkannya hingga hampir saja menjerit.

"Ini saya, Miss." ujar si penepuk bahu, ternyata adalah bibi Zed yang merupakan kepala maid. "Kenapa malam-malam Miss Joanne masih di sini? Ada perlu sesuatu yang bisa saya bantu?"

Joanne menggaruk tengkuk gugup sementara senyum canggung jelas terpatri. "Ah, tidak, Bi." ujarnya sebelum kemudian berakhir mengimbuhkan dengan arah pandang ditujukan pada objek tadi. "Tapi itu apa, Bi? Apakah itu termasuk salah satu sistem pengawasan baru? Rasanya, aku baru kali ini melihat itu."

Jari telunjuk Joanne menunjuk titik cahaya berwarna merah yang ia lihat. Bibi Zed kemudian mengikuti arah tunjuk yang dimaksud si cantik. Namun sesaat setelahnya, ekspresi cemas dan takut datang melingkupi wajahnya yang sudah mulai berbalut keriput. Sebelah tangannya perlahan berangsur-angsur beralih menarik perpatahan siku milik Joanne, mencoba mengarahkannya untuk turun tanpa membuat pergerakan yang mencurigakan.

"Miss, ikuti saya. Jangan buat banyak suara atau pergerakan." ujar bibi Zed, lantas melanjutkan ujaran sebelum Joanne sempat bertanya. Suaranya amat lirih. "Itu laser, sepertinya ada yang berhasil membobol pertahanan kita. Kita tidak tahu laser jenis apa yang mereka gunakan, kita lebih baik menghindar sekarang."

"Tapi, Bi—"

"MISS JOANNE, AWAS!"

-Something Unexpected-

Catatan Moy: dikit lagi puncak konflik. Maaf kalo nggak ngefeel, aku nggak jago bikin konflik😭🙏

Makasih ya yang masih mau nungguin ff ini, lop yu pul!

Something Unexpected ; AsaRyu [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang