"Aku tak bisa membawanya."
Seorang wanita yang masih cukup muda, berpakaian rapi seperti seseorang yang akan berangkat bekerja. Namun tidak seperti pakaiannya yang rapi, aura di wajahnya terlihat lusuh.
Ia dengan lantang berkata kepada mantan suaminya sebuah kalimat yang tidak pantas, tepat di hadapan anak perempuan semata wayangnya. Wanita itu seakan tidak menganggap kehadiran Arabela yang sejak awal mendengar percakapan ibu dan ayahnya.
"Kekasihku tidak akan mau menampungnya."
Tanpa seorang pun yang tahu, perkataan Ibunya kala itu masih terus terngiang di ingatan Arabela hingga ia dewasa. Perasaan tidak dicintai dan ditinggalkan oleh orang-orang di sekitarnya.
Arabela meraih rok panjang ibunya dan menariknya pelan. Ia mengadahkan wajahnya yang lugu, menatap ibunya yang justru sibuk dengan koper itu.
"Ibu, apa Arabela boleh ikut?" tanyanya dengan berhati-hati
Gadis itu sedari tadi menahan air matanya agar tidak terjatuh. Dirinya takut jika ia menangis, ibunya akan marah. Sayangnya usaha gadis kecil itu sia-sia, karena wanita itu justru menepis tangan Arabela.
"Jauhkan pikiran anehmu itu. Tinggalah di sini dengan ayahmu dan jangan lakukan apapun" ucapnya sembari menarik koper miliknya menuju pintu depan.
Melihat ibunya membawa koper, Arabela berlari mengikutinya hingga ke pintu depan. Ia sengaja menghalau langkah ibunya untuk tidak meraih gagang pintu.
"Ibu mau ke mana.." tanyanya sekali lagi.
Kini air mata Arabela sudah tidak dapat terbendung. Ia berusaha tetap berbicara di tengah isakannya.
"Jangan tinggalkan Arabela..aku mohon ibu..hiks.."
Ayahnya hanya terdiam di samping sofa ruang depan. Ia terdiam saat melihat kejadian yang ada di hadapannya saat ini. Sementara ibunya, ia mulai merasa jengah dengan suara sesenggukan Arabela yang terus terdengar di telinga. Lalu ia pun sedikit berjongkok dan memegang kedua bahu putrinya.
"Dengarkan baik-baik. Jika kau bisa hidup seakan tidak hidup, ibu akan menjamin seluruh biaya hidupmu dan biaya hidup ayahmu yang tidak becus itu. Jadi jangan pernah temui ibu, dan anggap bahwa aku bukanlah ibumu. Mengerti."
Selepas menyampaikan pesannya, wanita itu segera berdiri lalu meraih kembali kopernya.
"Ibu harap, ini terakhir kalinya kau bisa memanggilku ibu. Jaga dirimu baik-baik, Arabela."
Kalimat terakhir yang ia sampaikan mengguncang Arabela. Tetapi ibunya tidak perduli. Wanita itu meninggalkan Arabela tanpa rasa penyesalan sedikit pun, bahkan setelah mendengar isakan kencang dari balik pintu mantan rumahnya. Ia terus saja melangkahkan kakinya seperti telah tahu ke mana arah tujuan berikutnya.
Sementara Arabela justru merasa bahwa dirinya telah kehilangan arah, seperti bayangan ibunya yang juga perlahan menghilang.
Bahkan ayahnya yang tahu bahwa putrinya menangis tersedu-sedu, ia hanya berdiri di tempat yang sama. Kakinya memang terasa lemas, namun hatinya jauh lebih terasa lemas hingga ia tidak tahu perasaan apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini. Pria itu justru memutuskan pergi dari sana, berjalan menuju ke pintu balkon dengan sebungkus rokok di tangannya.
Ibunya meninggalkan Arabela yang hanya tinggal berdua bersama ayahnya, di rumah peninggalan kakek nenek mereka. Rumah yang memang diberikan oleh nenek buyut Arabela untuknya.
Setelah beberapa tahun kemudian, wanita itu menepati janjinya. Ia tetap memberi Arabela uang seperti yang telah dijanjikannya. Uang yang setiap bulannya ia gunakan untuk bertahan hidup bersama ayahnya. Sebelum ayahnya memutuskan untuk pergi dari rumah, meninggalkan Arabela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arabela Descendants [COMPLETE]
Fantasy"Bagaimana aku bisa kembali... hidup." Arabela terbangun di sebuah hamparan rumput seorang diri, hanya ditemani sorotan cahaya matahari yang menyilaukan tubuhnya. Suara derap langkah kaki mengerikan yang bergerak ke arahnya, menjadi satu-satunya ha...