Part 5 - Tuan Keilisto

109 22 0
                                    


Nampaknya aku tidak perlu menahan lapar hingga pagi. Meski Damien menyebalkan, ucapan terimakasih harus ku berikan untuknya. Entah karena rasa lapar atau bukan, tetapi masakannya tak disangka bisa seenak ini. Kurasa dia seorang juru masak.

Ruangan makan saat ini terdengar sangat hening. Hanya suara perpaduan garpu dan mangkok yang terdengar. Pria itu terus menatapku lekat yang sedang menikmati hidangan. Tanpa sepatah kata pun. Sebenarnya sedikit mengganggu. Tapi aku tidak memperdulikannya dan tetap menikmati hidangan di hadapanku hingga bersih tak bersisa.

"Terimakasih pujiannya" ucap Damien tiba-tiba dengan senyuman puas miliknya.

Bagaimana bisa dia mengetahui isi pikiranku.

"Hei, apa kau mungkin.. memiliki kemampuan seperti- membaca pikiran?"

"Berhentilah berbicara omong kosong." jawabnya dingin

"Dan berhentilah memandangiku." jawabku sinis berharap agar ia tersadar.

Namun kurasa itu sia-sia. Damien masih setia dengan kedua tangannya yang menopang dagu sembari terus menatapku.

"Kau menggangguku, Damien" ucapku asal

"Aku tak melakukan apapun."

"Justru itulah yang membuatku terganggu. Kau terus menatapku dan itu sangat menganggu. Jadi kumohon berhentilah."

"Kenapa aku harus berhenti. Mata diciptakan untuk melihat sesuatu yang indah, bukan." ujarnya bersamaan dengan senyuman menyeringai miliknya.

"!!!"

Aku tidak salah dengar, bukan. Apakah dia tidak sadar ucapannya barusan berdampak besar untuk perempuan.

"Hei. Berhentilah berbicara dan berbaliklah" kata ku.

"Untuk apa" tanyanya dengan begitu santai.

"Sudahlah cepat hadap sana"

Meskipun ia menggerutu, namun Damien melakukan apa yang ku perintahkan.

"Aku bisa mendengarmu, Damien" ucapku.

Kini tidak ada lagi suara menggerutu darinya. Ia mengikuti semua perintahku.

Damien berbalik dan menghadap ke dinding, memberikanku cukup waktu untuk mencari udara segar. Pipi ku saat ini benar-benar memerah dan aku tidak ingin Damien melihatnya. Untuk sementara lebih baik kita terdiam satu sama lain seperti ini.

"Hei, apa aku sudah boleh berbalik?" tanyanya.

"Tidak!"

"Kau sedang melakukan apa sebenarnya."

"Sudahlah, jangan -"

Kalimat Arabela terhenti sesaat dirinya menyadari sesuatu.

"Ah, saya kira belum ada orang yang datang."

Tiba-tiba datanglah seorang pria tua berambut putih, lengkap dengan setelan kemeja hitam miliknya. Ia datang dari pintu bersama sebuah troli di tangannya. Pria tua tersebut menghentikan langkahnya untuk mengambil sesuatu di dalam sakunya, yaitu kacamata.

Setelah kacamatanya ia kenakan, pria itu terlihat terkejut. Tapi kemudian ia segera menutupi ekspresi terkejutnya dan terganti dengan senyuman hangat padaku.

"Wah saya tidak pernah menyangka akan kedatangan tamu sepagi ini di sini. Selamat pagi nona Arabela."

Dia tahu namaku.

"Ah, iya. Selamat pagi."

"Apa yang anda lakukan di sini sepagi ini. Mungkinkah ada yang dapat ku bantu, nona?"

Arabela Descendants [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang