26.

1.5K 187 52
                                    

Sesekali netra Jay melihat orang didepannya yang makan dengan khidmat sambil terkekeh.

"Gimana pasta disini enak ga?" Tanya Jay setelah menelan makanannya.

Yang di tanya mengangguk sambil mengacungkan jempolnya. "Enak kak, aku jarang makan ginian soalnya."

"Ningning juga suka banget pasta disini, bahkan bisa sampe pesen lagi." Katanya sambil tertawa kecil mengingat Ningning yang selalu pesan dua kali pasta di restoran ini.

Raut wajah cewek didepannya langsung berubah. "Kak bisa stop bahas kak Ningning ga? dari kita dijalan kakak selalu aja ngomongin kak Ningning. Aku ga suka."

Jay langsung tertawa kikuk, ah hatinya jadi tak enak. Inikan momen mereka, momen pertama dan terakhir.

"Maaf ya Hema, saya suka keterusan bahas sesuatu yang menyangkut Ningning."

Hema mengangguk. Lagi pula bersama Jay hanya sehari dan setelah itu tak ada lagi Jay di hidupnya, Jay ada hanya untuk berporos pada Ningning, Jay ada didunia untuk Ningning, bukan dirinya.

Jay berdeham sebelum berkata. "Alasan kamu mengiyakan ajakan saya apa?"

Hema mengangkat kepalanya yang semula menunduk menjadi menatap Jay. "Karena ini kesempatan aku buat ada disisi kak Jay, walau cuma sehari."














Ningning menaikan masker hitamnya setelah pamit pulang duluan kepada Somi dan Nagyung, mereka bertiga sudah menghabiskan tiga jam nya di salah satu restoran demi mendengarkan gosip dari Somi.

Sambil menunggu bus tiba, kaki jenjang Ningning membawanya ke salah satu minimarket yang ada didepan pemberhentian bus. Setelah membeli minuman kaleng, cewek itu kembali ke halte.

Ningning mengadahkan wajahnya keatas melihat butiran yang turun dari langit, lantas tangannya terulur agar mengenai air yang turun. Kedua sudut bibir Ningning mengembang membentuk senyum, sudah lama dia ga menikmati petrikor.

Matanya memicing, memfokuskan pandangannya ke arah mobil yang terhenti tepat didepan minimarket. Dia kenal mobil itu.

Saat sang kemudi keluar disusul orang lain yang keluar dari arah samping mobil, mata Ningning membelalak, apalagi saat kedua tangan itu bertautan lalu masuk kedalam minimarket.

Hatinya tiba-tiba sakit bagai ada sebilah pisau yang menusuk di hati Ningning. Tangan Ningning langsung terburu-buru mengambil ponsel yang ada disaku celananya.

"Halo, kamu dimana?"

Ningning diam menunggu jawaban dari orang disebrang sana.

"Masih dikantor sayang, kenapa?"

Tak kuat mendengar jawaban bohong itu, Ningning menggigit bibir bawahnya membiarkan suara hujan yang menjadi suara terkahir disambungan telepon.

"Samperin. Jangan cuma bisa nangis aja lo disini."

Suara itu mengalihkan Ningning. Cowok ini, cowok yang Ningning hindari sedari dulu. "Kalo gue samperin, gue mau apa? mau maki-maki dia didepan orang banyak?, ga perlu. Gue bisa minta penjelasan ini nanti."

Cowok itu mengangguk-angguk, lalu mengambil tangan kurus Ningning sebelum Ningning menolak paksa.

"Gue anterin lo sampe apart."

"Ga perlu, lagian gue ada disini buat nunggu bus."

"Kali ini aja Ning, please mau ya? untuk terkahir kalinya."

Ningning menghela nafas, sebelum kepalanya terangguk menyetujui ajakan cowok itu. "Kalo itu mau lo Jake, asal lo jangan macem-macen sama gue. Inget gue masih punya pacar."

"Sekalipun pacar lo itu selingkuh?"

[ii] Home; Jay-NingningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang