Chapter 12

5K 250 13
                                    

H-3 menjelang pernikahan Keenan dan sejak hari itu, Allegra semakin uringa-uringan tidak jelas. Kontrol emosi yang dimiliknya sejak dulu seolah hilang tanpa bekas. Moodnya benar-benar naik turun seperti roller coaster, ditunjang lagi dengan dirinya yang tengah memasuki periode bulanannya.

Dan perubahan itu ternyata dirasakan oleh semua orang, tak terkecuali adik kesayangannya, Askara Kiano Danawangsa yang kini tengah berada di depan pintu Allegra dengan kepala yang menyembul di antara celah pintu.

"Kak Allegra mah kayak orang galau yang ditinggal mati pacarnya," ucapnya melihat saudara perempuannya hanya duduk melamun di depan kaca. Tanpa permisi, dia langsung menyelonong masuk ke kamar kakaknya, "Kenapa sih kak? Galauin siapa sebenarnya? Pacar aja kagak punya."

Allegra melirik adiknya yang kini sudah goleran di ranjang king size miliknya. Bahkan sekarang dia mulai menggerakkan tubuhnya, berguling-guling layaknya daging giling panggang, hingga membuat kasur yang awalnya bersih dan rapi menjadi berantakan dengan seprai yang mencuat kemana-mana. Allegra yang melihat semuanya dari pantulan kaca hanya berdecak, tapi enggan menegur tingkah absurd Aska.

"Kalau ada masalah mah jangan dipendem sendiri. Nanti stroke aku dan papi juga kan yang repot?" celetuknya lagi sembari melirik wajah kakaknya yang bermuram durja.

Aska sebenarnya heran. Di saat semua orang tengah berbahagia menanti hari pernikahan Keenan dan Raina, hanya Allegra saja yang terlihat galau tak jelas. Menurut Aska, di sini yang seharusnya galau adalah Keenan,
karena harus menikah dengan seseorang yang tidak dikenal. Bukan Allegra yang jelas tidak ada hubungan apa-apa.

"Kenapa kamu ke kamar kakak?" tanya Allegra mengabaikan ucapan Aska. Dia yang sejak tadi hanya duduk di depan cermin, kini memutar kursi menghadap adiknya.

"Mau ngajakin kakak jalan-jalan, tapi pakai duitnya kak All," sahut Aska sembari merubah posisinya menjadi duduk bersandar, "Daripada galau-galau nggak jelas, mending ke Starbucks kuy mumpung lagi promo."

Allegra menggeleng, "Nggak. Kamu kalau ditraktir suka nggak tau diri."

"Kak All kan kaya. Banyak duit, bahkan saking banyaknya sampai bingung mau disimpan di mana," kata Aska bukan tanpa sebab. Dia melirik ke arah setumpuk uang berwarna merah yang ada di samping kirinya.

"Nggak minat."

"Yah Kak Alle mah," desahnya dengan wajah pura-pura kecewa, "yaudah kalau gitu. Pumpung kakak libur, gimana kalau kita belajar masak?" ajaknya tak menyerah. Dia melakukan ini agar Allegra tak semakin larut dalam kesedihannya. Dia juga kena imbas dari sikap Allegra, karena sejak Allegra murung, tak ada lagi seseorang yang bisa diajaknya bertengkar, "Kalau lagi badmood, aku sukanya masak-masak. Nyiptain menu baru yang pastinya nggak ada di dunia ini."

"Bad moodmu jelek."

"Jelek dari mananya sih?" tanya Aska tak habis pikir, "Bad moodku bagus. Masak, hasilin makanan, nambah kreativitas. Nggak kayak kakak yang diem-diem kayak orang sakit gigi."

"Kakak nggak bisa masak," jawabnya terdengar acuh tak acuh. Seperti tak memiliki semangat hidup sama sekali.

Aska mengerut lalu berdecak, "Lah gimana sih? Kemarin-kemarin siapa yang minta ajarin masak? Setan?" sinis Aska menatap kakaknya sebal, "kalau dari awal nggak niat les masak, harusnya nggak usah minta ajarin Aska. Pake acara nawarin mau kasih duit segala lagi. Dasar kang PHP!"

Allegra menatap adiknya aneh. Bukannya dia yang minta bayaran? Sejak awal Allegra sama sekali tidak pernah menjanjikan apapun pada Aska. Bocah itu saja yang pamrih. Dan sekarang malah menyalahkan dirinya. Dasar playing victim!

Allegra menghela nafas lalu memutuskan untuk mengiyakan ajakan adiknya. Dia terlalu malas untuk berdebat dengan Aska yang memiliki mulut rombengan yang bisa membuat kepalanya tambah pusing.

Terpaksa Menikahi Berondong (SUDAH TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang