- Ponsel Laura -
"Ra, katanya besok Senin udah tes semester?"
Laura yang tengah memfoto jamur krispi berlumur balado di plastik itu menoleh Risha sekilas. "Katanya, sih, gitu. Tapi Bu Retno keknya belum ngasih tau, ga, sih?"
"Biasalah. Aku aja taunya dari kelas sebelah pas kemarin latihan rutin."
"Eh, iya." Laura tiba-tiba menghadapkan badannya ke Risha. "Paskibra kamu gimana sekarang?" ucap gadis berambut sebahu itu sembari mencomot jamur krispi. Risha yakin, tusuk yang penjualnya berikan tidak akan berguna di tangan Laura.
"Kemarin, aslinya nggak mau berangkat, tapi asemnya, si Ketua Kampret itu ngelihat aku pas lagi di parkiran. Jadi, ya, mau nggak mau."
Laura mengangguk-angguk. Entah karena ucapan Risha, atau karena keenakan makan jajan berminyak di tangannya itu. "Tapi, orang-orangnya gimana?"
Risha menyeruput cup berisi es teh di tangannya. "Sepenglihatanku, sih, biasa aja."
"Enggak ada yang kepo?"
"Ada mungkin. Cuma mereka diem."
Plak!
"Itu namanya mereka nggak kepo, Juminah!"
Risha mendelik sembari mengusap rok-nya yang baru saja digeplak Laura. Mana nampolnya menggunakan tangan yang penuh balado, lagi. Jorok dasar!
Baru saja Risha berkata "gilani" yang ditunjukkan untuk gadis di depannya itu, ternyata, tak urung dirinya sendiri pun ikut mencomot jajan berminyak di tangan sohibnya itu.
Namun, bukannya protes atau semacamnya, tiba-tiba Laura malah menggeliat sembari memegangi perut.
"Heh, kenapa?" tanya Risha sedikit panik.
Bukannya menjawab, Laura malah buru-buru berdiri. "Ini, ini!" ujarnya sembari menyodorkan ponsel dan jajan miliknya. "Alam memanggiiil!" teriaknya sambil ngibrit begitu saja.
"Titiiip! Jajannya jangan dihabisiiin!" teriaknya lagi.
Tidak merespons, tetapi Risha hanya menggeleng sembari terkekeh. Terkadang, sifat anak guru yang menjadi sahabatnya itu memang susah sekali ditebak.
Gadis bernama lengkap Arisha Nazla Vita itu menyimpan ponsel Laura di loker, kemudian menselonjorkan kakinya di kursi Laura dengan punggung yang bersandar di dinding sebelah bangkunya. Inilah alasan kenapa Risha selalu memilih bangku di sebelah dinding. Selain agar bisa bersandar, tetapi pas tidur juga tidak ada yang melihat wajahnya karena menghadap ke arah tembok.
Jari lentik Risha menggulir layar ponsel di tangannya. Sesekali juga beralih mencomot jamur krispi milik Laura. Walaupun keadaan kelas tengah ramai, tetapi pemilik bangku nomor dua dari belakang itu tidak terusik sekali pun. Dia juga tidak perlu takut atau khawatir lagi, karena mereka-mereka yang kemarin sempat heboh dan kepo, kini sudah sibuk dengan dunia mereka sendiri. Seolah lupa dengan apa yang terjadi. Syukurlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontras
Teen Fiction"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya." ━━━━━━━━━━━━━━━ Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya. Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...