"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya."
━━━━━━━━━━━━━━━
Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya.
Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...
“Aku tidak tahu rencana apa di balik semua ini. Tapi aku percaya, semesta telah mengatur semuanya.” - Kontras -
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Risha terdiam mendengar ucapan itu. Seketika otaknya berpikir keras. Berbagai spekulasi banyak bermunculan dari sana. Namun, ia tetap enggan menyuarakannya.
"Nduk, besok Fata udah pulang pasti, kan?"
Mendengar suara itu, seketika Risha mengerjapkan matanya. "Sampun kayanya, Mbah. Tapi ndak tau besok berangkat apa enggak," jawabnya. Teringat Ardan yang saat ini tengah pentas di luar kota.
"Cah kae. Biasanya ngelibur," ujar Mulyadi-Mbah Kakung Risha-sembari terkekeh.
Risha ikut terkekeh. Ia sangat senang mendengar suara tawa simbahnya. Sangat berbanding terbalik saat beliau marah seperti kemarin.
"Yaudah, besok Mbah antar jemput lagi aja, ya."
"Oke, Mbah."
Tidak terasa, perjalanan mereka akhirnya telah sampai di pekarangan rumah.
Risha segera turun dari motor. Pandangannya melihat banyak sekali motor tanpa pemiliknya terparkir di halaman rumah sang sahabat. Letak rumahnya dengan rumah Ardan yang memang berhadapan membuat gadis dengan rambut dikucir kuda itu dapat melihat dengan jelas apa yang ada di sana.
Rumah itu tampak sepi. Hanya terlihat satu dua orang saja yang berkeliaran di sana. Sepertinya, rombongan anak barongan baru akan datang bila dilihat dari makanan-makanan yang sudah tersaji di teras rumah itu.
"Mbah Mul!"
Suara sapaan terdengar dari arah rumah Ardan. Membuat pria berusia lebih dari setengah abad itu menjadi membalikkan langkah yang tadinya hendak memasuki rumah.
"Eh, piye, Jo? Barongan anakmu kayanya tahun ini laris banget, ya?" kata Mulyadi saat melihat Paijo-ayah Ardan-berjalan ke arahnya.
"Alhamdulillah, Mbah. Berkat doa Panjenengan juga." Paijo terkekeh. "Eh, baru pulang ya, Nal?" lanjutnya saat melihat Risha mengulurkan tangan hendak menyalaminya.
"Iya, Pak De," jawab Risha. "Eh, Fatanya belum pulang, ya?" lanjutnya basa-basi. Walaupun Paijo sudah kenal Risha serta keluarganya sudah lama, tetapi Risha masih saja tetap sungkan bila bertemu dengan pria berusia 40 tahun itu.
"Bentar lagi katanya."
"Oalah ...." Risha manggut-manggut. "Yaudah, Nala masuk duluan ya, Pak De."
"Oh, iya, Nduk."
Setelah berpamitan, Risha pun berbalik, lalu berjalan memasuki rumah. Sepi. Sepertinya, adik serta simbahnya tengah berada di kamar saat ini.