"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya."
━━━━━━━━━━━━━━━
Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya.
Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ayo, Ris."
Semua pandangan mengarah ke arah si pemilik suara. Tatapan mereka menyiratkan kesebalan, lantaran suara tersebut memotong pertanyaan mereka.
"Opo? Ngopo ndengok-ndengok?" kata cowok itu sarkas.
"Apa, sih, Rak. Kamu, tuh, ganggu aja tau, nggak?" Salah satu dari cewek yang tadi bertanya, angkat suara.
"Kalian, tuh, yang apa." Raka memasang badan di depan mereka. Menghalangi agar Risha tidak lagi mendapat interogasi. "Kepo banget. Kayak dora tau, nggak?" lanjutnya.
"Ya, biarin. Orang kita mau tau, kok."
"Mau tau, mau tau." Raka menirukan ucapan gadis di depannya. "Kalian liat Risha ngerasa nggak nyaman, nggak, sih?"
"Apa, sih? Orang ...."
"Wes, sana-sana pergi." Raka mendorong cewek-cewek itu. Namun, mereka tetep kekeh tidak mau beranjak. "Oh, enggak mau pergi? Ya udah kita aja yang pergi. Ayo, Ris!"
Raka segera menarik lengan Risha yang masih duduk di bangkunya. Keduanya berjalan ke depan kelas melewati cewek-cewek tadi begitu saja.
Risha diam. Mengabaikan tatapan dari arah orang-orang di koridor yang mencuri pandang ke arahnya. Dirinya pasrah mau dibawa ke mana oleh cowok pemilik sabuk putih itu--yang penting, kini dirinya aman dengan semua pertanyaan-pertanyaan menyebalkan yang sedari tadi menusuk gendang telinganya.
Namun, saat sampai di tengah perjalanan, Risha melihat Naufal berjalan dari arah berlawanan. Wajahnya memerah. Guratan tidak suka tercetak jelas di sana. Apa dia cemburu?
Benar saja. Risha langsung diambil alih oleh Naufal saat ketiganya saling berhadapan. Membuat Risha diam-diam mengulum senyum di balik punggung lebar kekasihnya itu.
"Nggak usang pegang-pegang," kata Naufal datar, tetapi penuh penekanan.
Bukannya tersulut amarah, Raka malah tersenyum miring mendengar kalimat itu. "Sekarang drama apa lagi, Bro?" katanya, kemudian berlalu begitu saja.
Sial! Kini malah amarah Naufal yang tersulut. Kedua tangannya mengepal erat. Dia bahkan tidak sadar jika di dalam tangan kanannya ada tangan mungil yang merasa kesakitan.
***
"Ar, kamu udah liat foto yang semalam rame di SW? Itu beneran?"
"Foto?"
Lareta mengangguk pelan. "Emang kamu belum liat? Lagi rame, loh. Anak-anak di sini sekarang lagi pada ngomongin."
Ardan menyandarkan bahunya di sandaran kursi. Tatapannya tidak sedikit pun beralih dari game online di tangannya. "Nggak tau," jawabnya tak acuh.