- Spesial -
"Nang, setelah makan, jangan lupa jemput adekmu, ya."
"Adek pulangnya jam empat, kan, Bu?"
"Iya. Kayak biasanya."
Cowok yang rambutnya tampak masih basah tersebut melirik jam dinding di pagar sampingnya.
Satu jam lagi, batinnya berbicara.
Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Wanita yang tadi berbicara, kini sudah berlalu ke ruang televisi. Tinggal pemuda itu seorang diri dengan pikirannyalah yang ada di meja makan berkursi tiga tersebut.
Memang tidak ada tradisi makan bersama di rumah ini. Jadi, hening adalah teman paling setia saat mengisi energi untuk beraktivitas kembali di sini.
Selesai mencuci piring bekas makannya sendiri, pemuda itu lantas mengambil jaket yang tersampir di kapstok belakang pintu. Jarinya bergerak lincah di atas layar touchscreen--mengirim pesan ke seseorang agar menemuinya di suatu tempat.
"Bu, aku berangkat dulu, ya."
"Iya, hati-hati. Jangan ngebut pas udah boncengin adekmu!" Wanita yang sudah berkepala empat tersebut menyahut dari dapur.
Suara pintu tertutup mewakili jawaban si pemuda. Membuat Muna--ibu dari lelaki itu menghela napas. "Pasti nongkrong dulu," gumamnya setelah melirik jarum jam di dinding.
Setelah melewati pedesaan, hamparan sawah, dan jalan kota yang tampak ramai, akhirnya cowok itu sampai juga di tempat tujuan. Orang yang ia ajak ketemuan belum terlihat batang hidungnya di sana. Membuat cowok itu akhirnya memilih duduk terlebih dahulu di tempat biasanya.
"Kopi, Dek?" Ibu penjual di warung itu langsung menawari apa yang biasa pemuda itu pesan. Tampak sudah sangat hafal.
"Gulanya dikit, ya, Mak."
"Pasti," sahutnya dari balik dapur. Tidak lama kemudian, kopi yang dipesan pun sampai di meja si pemuda. "Tumben gasik, Dek."
Pemuda berambut cepak itu terkekeh. "Lagi rak sibuk, Mak," jawabnya. Setiap hari ngopi di sana tampaknya sudah sangat cukup untuk membuat wanita paruh baya yang kerap disapa "Mak Sop" tersebut hafal dengan kebiasaannya.
"Halah, sibuk ngopo? Paling yo sibuk pacaran, to?"
Jawaban tersebut membuat pemuda itu kembali terkekeh. "Biasalah ... cah nom."
Tepat setelah pemuda itu menjawab, orang yang ditunggu pun akhirnya tiba juga. Kaus oblong dengan logo singa di dada kanan, serta celana jeans robek yang dipakai cukup menjelaskan kalau dia habis latihan rutin, siang ini.
"Yo, wes, Mak'e tak bali kandang, yo. Dongeng karo awakmu, yo, rak sido dodol dadine." (Ya sudah, Mak'e mau balik ke kandang, ya. Cerita sama kamu, ya, gak jadi jualan jadinya.)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontras
Fiksi Remaja"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya." ━━━━━━━━━━━━━━━ Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya. Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...