- Sahabat -
🍵🍵🍵
"Entah aku yang terlalu bodoh, atau aku yang terlalu malas mengakui. Semua terasa abu-abu."
- Kontras -"WOY, DAMPRAT! ALON, WOY! MATI, MATI NDEWE GAK USAH NGEJAK AKU, KAMPRET!"
Umpatan demi umpatan Risha lontarkan mengiringi perjalanan mereka ke sekolah.
Hal itu bukan tanpa sebab, melainkan karena Adam membawa motor seperti orang kesetanan. Terlebih lagi cowok itu tidak mengindahkan sedikit pun protesan darinya.
"Ish, opo, sih, Ris!" ketus cowok itu saat merasakan pukulan di punggungnya.
"Alon! Aku durung meh mati!"
"Ish, iyo, iyo, cerewet!"
Setelah berkata demikian, Adam pun memelankan laju motornya. Suara decakan terdengar keras dari mulut cowok itu, membuat Risha ikut berdecak karena rasa takutnya masih belum hilang.
"Kowe ono masalah opo karo Ardan, Nal?"
Deg!
Risha yang tadi sibuk menetralisir rasa takut, seketika mengalihkan atensinya kepada Adam. Dahinya mengernyit dengan pandangan mengarah ke spion, menampilkan Adam yang juga tengah melihat ke arahnya.
"Masalah? Emang masalah apa?" tanyanya.
"Dikira aku ndak tau? Wes jujur aja."
Risha mengalihkan pandangan. "Ndak ada masalah apa-apa, kok."
Adam terlihat memicingkan mata. "Mosok?"
"Iyo."
"Tapi kayaknya, dari yang aku lihat, ini karena si Naufal."
Risha tertegun. Ucapan Adam sama dengan apa yang tengah ia pikirkan. "Kok bisa karena Naufal?" tanyanya berusaha mencari tahu sebab sebenarnya.
"Ya dilihat aja. Kowe akhir-akhir ini pulang pergi sama Naufal terus, to?"
Adam melirik Risha yang mengangguk kaku.
"Dia tuh cemburu."
"Wey!" teriak Risha seketika. Matanya melotot ke arah spion yang tengah Adam lihat. "Ardan tuh udah punya Lareta. Lagian kita juga cuma sahabat, kok."
Ucapan Risha memang benar. Mereka cuma sebatas sahabat, tidak lebih. Ardan sendiri juga sudah punya pacar. Jadi, tidak mungkin sahabatnya itu punya rasa kepadanya.
"Dih, ndak percaya," cibirnya, "gini, deh. Saiki aku mau tanya. Yang sering diantar jemput sama Ardan siapa?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontras
Ficção Adolescente"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya." ━━━━━━━━━━━━━━━ Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya. Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...