"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya."
━━━━━━━━━━━━━━━
Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya.
Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...
"Selalu ada api sebelum timbulnya asap." - Kontras -
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kamu belum pulang?"
Risha kembali mengambil semangka merah di meja, kemudian memakannya. "Belum. Males."
"Entar Mbah Uti nyariin. Pulang gih! Ganti baju!" perintahnya.
Pasalnya, cowok itu agak risi saat melihat Risha memakai kaus seragam Paskibra yang sangat ngepas di badannya itu. Apalagi bawahan rok OSIS pendek yang cewek itu pakai. Sungguh mirip orang tidak punya pakaian.
"Aku bawa baju ganti, kok. Lagian, males, El. Aku juga laper nih. Di rumah gak ada temen."
"Hubungan laper sama gak ada temen apa, sih? Ga nyambung!" Ardan menoyor kepala Risha pelan. "Lagian bukannya tadi habis makan bareng anak Paskibra lain?" lanjutnya.
"Gak. Aku tadi gak napsu makan."
"Lah, tumben," sahut Ardan dengan dahi mengernyit.
Risha berdecak. "Aku tuh tadinya mau cepet-cepet ke sini. Mau jepret kamu yang lagi gila di tengah lapangan tadi. Eh, taunya si Kampret Sigit malah ngulur waktu. Pake segala poto-poto, lagi. Kesel banget, aku!"
"Sigit si ketua Paski itu?"
"Iyalah. Siapa lagi." Risha memutar bola mata malas. "Dia tuh cowok, tapi hobi banget poto-poto. Mana yang jadi sasaran kameraku, lagi. Kampret!"
Ardan melirik Risha malas. "Kamu tuh katanya laper, tapi mulut tetep aja nyerocos kaya burung."
"Ih! Aku lebih heran sama kamu. Kenapa coba sama yang la ...."
"Ish, udahlah!" Ardan menarik tangan Risha sebelum gadis itu selesai bicara. "Ayo makan bareng yang lain. Nunggu kamu ngoceh, setahun baru selesai!"
Tanpa meminta persetujuan, cowok berambut ikal itu menarik lengan Risha hingga keduanya sampai di tempat para pemain istirahat dan makan.
"Kayaknya yang lain masih pada jajan di luar," ujar Ardan setelah menengok ke dalam rumah.
Di sana masih sepi. Hanya ada satu dua orang yang terlihat berlalu lalang di sana. Itu pun orang suruhan pemilik rumah yang ditugaskan menjamu teman-teman Ardan.
"Aku mau manggil mereka dulu. Kamu di sini aja. Ganti baju sana!" lanjut Ardan dengan nada memerintah.
"Sendiri gitu? Gak mau, ah! Aku mau jajan aja mending," sahut Risha hendak melangkah melewati Ardan.
Namun, gerakannya tidak lebih cepat dari gerakan Ardan yang menarik lengannya. "Ganti baju atau nanti pulang sendiri?" tanyanya dengan nada menelisik.