"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya."
━━━━━━━━━━━━━━━
Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya.
Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...
"Ada yang tau kenapa hati, lisan, dan pikiran selalu tidak sejalan?" - Kontras -
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dering ponsel yang dari tadi bersuara dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya. Seakan tidak ingin diganggu, orang itu malah men-silent ponselnya yang kemudian diletakkan di bawah bantal.
Kini suara dering ponsel itu tidak terdengar lagi. Namun, suara itu malah berganti menjadi gedoran pintu diiringi suara panik dari seseorang.
"Fata, ban motor Mbah Kakung bocor, Ta."
Deg!
Seorang cowok yang tadinya tertidur pulas dengan angin dari kipas angin yang membelai tubuhnya itu seketika terbangun dengan mata terbelalak. Badannya refleks bergerak turun membuka pintu.
"Motor Mbah Kakung bocor?" tanyanya tanpa aba-aba. Berhasil membuat kaget orang yang mengetuk pintu barusan.
"Iya, Ta! Mbah Kakung habis telepon. Kamu disuruh ke sana sekarang! Suruh nganter ke bank, soalnya nanti siang mau ke sawah!"
"Di bengkel mana?"
"Sebelah Rumah Sakit Sukma Permata."
Setelah mendengar itu, Ardan bergegas keluar ke kamar mandi. Meninggalkan Paijo begitu saja di pintu kamarnya.
"Cepet, Ta! Mbah Kakung udah hampir satu jam di sana. Bengkelnya rame!" seru Paijo.
"Yo, Pak!" jawab Ardan dari balik kamar mandi.
Cowok itu hanya cuci muka, sikat gigi, lalu kembali ke kamarnya untuk mengganti baju serta mengambil barang yang ia butuhkan. Tidak perlu mandi. Toh, Ardan bisa mandi di mana-mana. Bisa di kamar mandi milik orang, kamar mandi umum, atau semacamnya karena ia sudah terbiasa dengan hal itu. Tidak penting.
Yang terpenting sekarang adalah ia bisa cepat sampai di tempat Mbah Kakung berada.
Ardan mengeluarkan motornya dari rumah. Jaket serta helm sudah terpasang rapi di dirinya.
Tanpa pikir panjang, Ardan mengendarai kuda besi itu membelah jalanan desa. Motor itu melaju perlahan saat melewati perumahan dan seketika melaju kencang saat sudah jauh dari sana.
Perjalanan yang Ardan lewati cukup panjang. Rumah Sakit Sukma Permata memang tidak sejauh sekolahnya. Namun, tempatnya tetap saja jauh dari rumahnya.
Motor melaju seiring dengan pikiran Ardan yang melayang ke arah Risha. Bukankah Mbah Kakung pergi untuk mengantar dia ke sekolah?
Lalu tadi bagaimana? Apakah dia naik bus? Apakah dia telat? Kenapa tadi tidak menelepon dirinya saja?
Pikiran Ardan berkecamuk. Ia sungguh paham dengan Risha yang walaupun barbar dan perusuh, tetapi gadis itu sangat anti dengan kata telat. Apalagi dia bilang kalau hari ini ada ulangan pagi. Pasti gadis itu sudah seperti cacing kepanasan sekarang.