- Rasa -
🍵🍵🍵
"Hati orang, 'kan, gak ada yang tau."
- Arisha Nazla Vita -"Liatin terooos!" Adam terpingkal di samping Ardan. Matanya menatap geli ke arah pemuda itu.
Ardan menoleh malas. Mulutnya berdecak. "Apa, sih?"
"Hilih, dikira aku gak lihat?"
Ardan kembali berdecak. Ia mengalihkan pandangan dari sejoli yang tengah bercengkerama di bangku koridor depan kelasnya.
Letak kelas sebelas dan dua belas yang berhadapan membuat banyak dampak baginya, terlebih saat jam kosong berjamaah seperti ini. Semua kegiatan yang depan kelasnya lakukan pasti terpantau jelas oleh matanya.
Ardan menatap teman-temannya yang sedang bergabut ria. Nyanyian serta tepukan asal dari tangan temannya yang memukul ember itu tidak sedikit pun mengusik pikiran.
Kabar burung mengenai sahabatnya yang menjalin hubungan dengan ketua Karate itu sudah sampai ke telinganya semenjak lima hari yang lalu. Kalau dipikir-pikir, itu dimulai saat dirinya melihat Naufal menjemput Risha malam itu.
Ardan menepis sesuatu yang menjalar di dadanya. Ia yakin, itu merupakan rasa iri karena kini sang sahabat sudah menjadi milik orang. Walaupun belum sah, tetapi tetap. Risha tidak bisa lagi terus menerus bersamanya. Tawa renyah penghias harinya kini sudah milik orang lain.
Ardan kembali menatap teman-temannya yang tengah konser dadakan. Raut semringah terpatri jelas di wajah mereka. Sangat berbanding terbalik dengan ekspresinya saat ini.
"Dan, wes mau akhir Agustus, nih! Kapan manggung lagi? Video yang kemarin tak unggah wes ora trending lagi itu."
"Woy, kampret!" Adam menjitak kepala Satya. Matanya melotot dengan bibir maju beberapa senti. "Video teros! Komisine mana ki?"
"Belum cair. Nanti nek wes cair, tak bagi-bagi. Ya, gak, Dan?" Satya melirik Ardan dengan alis naik-turun.
Satya memang masuk ke kelompok Barongan milik Ardan. Cowok itu bertugas di bagian dokumentasi bersama rekan setimnya, lalu memublikasikan segala kegiatan yang dilakukan pada saat mereka pentas di mana-mana di YouTube channel mereka.
"Jumat Kliwon nanti terakhir."
"Hah? Dua minggu lagi, dong?"
"Yo."
"Ah! Kok lama banget!"
Bertepatan dengan berakhirnya pekikan Satya, seorang gadis manis bertubuh semampai terlihat datang menghampiri Ardan.
"Wah, Ibu Negara. Sini, Bu. Duduk sini," ucap Adam sambil beranjak dari duduknya, mempersilakan Lareta untuk duduk di samping Ardan.
"Hilih modusmu, cok!" Salah satu teman kelas Ardan mencibir. Mengundang gelak tawa semua pendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kontras
Teen Fiction"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya." ━━━━━━━━━━━━━━━ Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya. Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...