31. Kontras🍵

34 5 14
                                    

Telepon

"Dek, ini tuh, yang angka satu di belakang, ditambah juga sama angka di bawahnya yang belakang. Jadinya satu ditambah lima itu enam."

"Aaah ... nggak bisa ... aku nggak bisa ...."

"Coba dulu. Coba yang depan ikutin yang ini." Risha menunjuk angka-angka yang tertulis di buku di hadapannya.

Namun, bukannya mengikuti instruksi sang kakak, malah tiba-tiba napas Tiara memburu. Matanya menatap Risha tajam, sebelum akhirnya membanting pensil di tangannya begitu saja.

"MBAH UTIII!" Tiara berteriak histeris. Gadis kecil itu berjalan keluar kamar sembari berteriak tanpa henti.

Risha berdecak. Gitu terus. Ngadu terus! Wes adu aja aku nggak papa.

"Nah, kan."

Suara Mulyadi langsung menyapa begitu mendengar teriakan Tiara. Risha menghela napas. Dirinya tau hal apa yang akan terjadi setelah ini. Apa lagi mengingat pikiran kedua simbah-nya yang sedang dilingkup banyak beban.

"Yang gede juga gitu. Mbok dajari adeknya yang bener gitu lho!"

"Mbah, aku udah ngajari. Adek--"

"Nah, gitu. Jawab!"

Mulut Risha langsung terkatup mendengar bentakan Mulyadi itu. Dadanya seketika sesak. Risha tersenyum getir. Berhasil, Dek. Selamat.

"Orang tua belum berhenti ngomong udah dipotong dulu! Meh koyok pakmu, koe, srowal-srowol koyok ngono kui? Rono, nek pak melu bajingan kae!" (Mau kayak bapakmu, kamu, main serobot gitu aja? Sana kalo mau ikut bajingan itu!)

Deg!

Hati Risha mencelus. Pandangannya langsung mengabur diikuti napas yang semakin menyesak.

Air mata tanpa permisi langsung luruh dari kedua mata Risha. Membuat gadis itu buru-buru mengusap ketika mendengar langkah kaki mulai mendekat ke kamarnya.

Benar saja. Tidak lama kemudian, Tiara datang dengan muka basah. Entah dari kapan gadis itu menangis, yang pasti, setelah ini Risha akan kenyang dengan berbagai cacian.

"Nala, mbok tolong dibantu gitu adeknya. Diajari yang bener. Masih kecil-kecil, perempuan, tiap hari ribut terus." 

"Mbah, coba Tiara-nya ditanya, apa dari tadi aku nggak bantu? Dari tadi udah aku ajarin baik-baik, tapi bukannya ngikutin malah dia lari gitu aja. Masak harus aku yang garap semua PR-nya?"

"Mbaaah!" Tiara semakin merengek mendengar kata-kata Risha. Tangisnya malah semakin menjadi-jadi.

"AH!" Terdengar suara kursi dibanting dari luar. "Wes nggarek digarapke wae opo susahe, sih! Mengko nek wes gedhe lha iso garap dewe!" (Udah tinggal buatin aja apa susahnya, sih! Nanti kalo udah besar pasti bisa garap sendiri!)

KontrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang