"Apa yang terlihat, tidak seperti kelihatannya."
━━━━━━━━━━━━━━━
Hati manusia itu rapuh, tetapi sayang. Mereka terlalu munafik. Berkata tidak apa, nyatanya ribuan duri menusuk batinnya.
Duri-duri itu menciptakan biasa, yang nyatanya, semakin dibiar...
"Dari luka, rasa dewasa itu datang. Dari luka, sendiri itu teman. Dari luka, berdiri sendiri itu kewajiban. Namun, dari luka pula, akal sehat bisa hilang." - Kontras -
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Risha menenggelamkan wajah di bantal kapuk miliknya. Matanya memanas. Dadanya bergemuruh. Kepalanya berdenyut seakan ingin meledak menumpahkan segala isi. Pun kamar yang seharusnya dingin karena hujan, kini malah terasa panas seolah berada di tengah gurun yang sangat luas.
Pikiran pun kini melanglang buana tidak tentu arah. Semua cobaan yang tengah menimpa ini benar-benar membuat Risha tidak habis pikir.
Beberapa waktu lalu, Mulyadi sudah menggadaikan semua emas milik Marsinah. Bahkan, sertifikat sawah kini sudah tidak ada di rumah, melainkan berada di bank karena sudah digadaikan dengan uang.
Entah dosa apa yang pernah keluarga gadis itu lakukan di masa lalu. Entah kesalahan apa yang pernah keluarganya perbuat di masa itu. Semua berjalan tanpa diduga. Bergerak tanpa aba-aba dengan takdir yang Risha harap hanya ilusi belaka.
Namun, sayang. Semua bukan hanya harapan semata, tetapi memang benar nyata adanya. Bahkan, sudah benar-benar terjadi dengan akhir yang belum terlihat ujungnya.
Jujur saja, rasanya, keadaan benar-benar berubah setelah hari bahagia itu terlaksana.
Senyum merekah dari seorang janda muda, dengan perjaka yang umurnya lebih tua itu berjalan dengan lancar sampai tamu undangan kembali ke kediaman. Pun kedua mempelai yang malamnya langsung pulang ke rumah hasil jerih payah sang wanita setelah ijab kabul sah terucap di rumah orang tuanya.
Hari-hari berjalan dengan semestinya. Lengkungan manis khas pengantin baru terus terpartri sampai kabar bahagia pun akhirnya terucap. Menerbitkan harapan sekaligus rasa khawatir di setiap langkah calon ibu dan anak itu.
Trimester pertama terasa berat. Bahkan keluar masuk rumah sakit sudah lebih dari lima kali. Dokter bilang, selain karena meningkatnya hormon kehamilan yang dilepaskan oleh plasenta, mual sampai kekurangan cairan itu disebabkan karena kehamilan yang berjarak sepuluh tahun dari yang pertama.
Akan tetapi, dugaan itu tiba-tiba terpatahkan oleh dugaan lain.
Saat kediaman calon ibu itu dikunjungi oleh kiai dan 'orang tahu' yang dibawa oleh calon ayah, katanya, hal itu disebabkan karena adanya 'gangguan', juga karena keris yang tertanam di sudut rumah sana. Hal itu membuat beberapa ritual akhirnya dilakukan, seperti menanam ayam cemani, dan beberapa rajahan, agar 'mereka' tidak lagi mengusik karena sudah ada kesepakatan.
Benar saja. Setelah benda itu 'ditanam', keadaan menjadi membaik. Selain calon ibu itu pulih sampai proses persalinan, ekonomi pun ikut meningkat seketika. Entahlah ... mungkin ini hanya kebetulan.
Namun, seperti halnya roda. Ada kalanya berada di puncak, ada kalanya kembali ke dasar. Ekonomi keluarga kecil itu kembali surut. Entah karena 'mereka' mengusik lagi, atau memang sudah jalannya--yang pasti, waktu itu, tanaman yang mereka tanam rusak. Harga jual pun anjlok sampai ke dasar. Hal itu juga berimbas ke usaha jajanan kecil yang tengah mereka rintis menjadi sepi dan tidak bisa balik modal.