"Hati-hati, jangan ngebut," pesan Saima pada Jaendra yang sudah masuk mobil dan siap menjalankannya.Jaendra menurunkan kaca mobil, kepala cowok itu sedikit melongok keluar. "Babe."
Saima yang menyandarkan tubuh di gerbang rumah seraya melipat tangan di dada tersebut menegak. "Kenapa?"
Jaendra tersenyum. "Minggu besok kamu free, nggak?"
"Iya."
"Good! Bisa jalan dong kita?"
Saima tidak langsung menjawab. Ia sebenarnya sangat bisa untuk langsung mengiyakan hanya saja ... sungguh, wajah was-was Jaendra benar-benar tidak boleh dinikmati hanya sebentar.
"Babe?" Nada suara Jaendra mulai terdengar merajuk. "Nggak bisa? Katanya free? Atau, kamu nggak mau? Gitu?"
Saima mengerutkan kening sebelum kekehan singkat keluar. "Aku belum jawab apa-apa."
Jaendra meringis. "Ya, kamu diem aja, sih!"
Saima menggerakkan dagu. "Sana pulang."
"No! Jawab dulu pertanyaan aku tadi!"
"Pertanyaan yang mana?"
"Babe ..."
"Aku lupa, Jae."
"Seriously?"
"Iya."
"Jangan bohong, deh kamu—nah, tuh, tuh, kamu ketawa! Bener-bener! Sengaja ya, jailin aku?"
Saima memutar bola mata malas. "Kamu yang nyimpulin sendiri."
Nampak paham akan apa maksud perkataan Saima barusan, raut mendung yang sempat menyelimuti wajah Jaendra musnah. Tergantikan dengan raut bahagia yang menghiasi wajah tampannya yang kini mencetak lubang menawan di masing-masing pipi.
"Jadi kamu ... bisa, Babe?"
"Pulang, Jae. Bentar lagi maghrib."
"Beneran???"
Tidak berniat menjawab, Saima membalikan badan lalu mulai menutup gerbang rumah.
"Kalo gitu besok aku jemput, ya jam delapan! Deal???"
Saima melambaikan tangan masuk rumah sementara Jaendra masih saja belum menjalankan mobilnya.
"Oke, oke. Sampai ketemu besok! I LOVE YOU! MUAHHH!" Teriak Jaendra, benar-benar tidak tahu tempat.
Terdengar bunyi mesin mobil yang dinyalakan. Lewat jendela yang terbuka di kamarnya yang berada di lantai dua, Saima bisa melihat kalau mobil Jaendra perlahan berjalan sebelum pergi dan tidak lagi terlihat karena telah meninggalkan area komplek rumahnya.
Walau angin malam mulai menyambut, terasa dingin ketika menerpa kulit lengannya yang terbuka karena kaos lengan pendek yang dikenakan, Saima tak kunjung beranjak. Tatapannya menatap langit yang berangsur menggelap untuk beberapa saat, setelahnya adalah ia yang beralih menatap ponselnya yang baru saja mengeluarkan bunyi notifikasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over
Novela Juvenil"Let's play a game." Memiliki kekasih yang bucin mampus padanya membuat Saima Adara merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hubungannya, sekalipun melihat dari sudut mana saja seorang Jaendra Eka Maharga itu berbeda. Tidak hanya menawan dari...