Game Over, 17

306 46 57
                                    

"Minggu besok, keluar sama gue."

Jemari Saima yang tengah menulis berhenti, ia mendongak-sejenak menatap wajah sok berkuasa milik Juanda sebelum kembali fokus dengan apa yang tengah ia lakukan.

"Lo kasih alamat rumah lo, biar gue bisa jemput." Suara Juanda kembali terdengar. "Jam setengah delapan? Deal?"

"..."

Juanda merebut ballpoint Saima. "Oke, deal."

Saima tidak perlu repot-repot untuk tahu seperti apa raut wajah Juanda karena tanpa melihatnya pun, ia sudah bisa menebak jika ada senyum di sana.

Saima menarik kotak pensil, lalu mengambil ballpoint lain di sana. Kemudian ia lanjut menulis tanpa peduli pada sosok yang duduk di sampingnya.

Juanda berdecak. Cowok itu sudah siap kembali akan merebut ballpoint Saima tetapi kalah cepat karena si pemilik sudah lebih dulu menaruhnya di tempatnya lagi.

"Selesai." Saima mengemasi barang-barangnya. Tidak lupa, ia juga mengambil ballpoint yang sebelumnya Juanda ambil.

"Secepat ini?"

Saima menggeser dekat secarik kertas yang ia tinggalkan. "Baca, hapalin."

"Lo nyuruh gue?"

"..."

"Bukannya gue udah pernah bilang?"

Saima mencangklong tas ranselnya. Ia sudah siap pergi namun lengannya di tahan oleh Juanda.

"Gue benci disuruh-suruh."

Saima melepas belitan tangan Juanda. Dengan wajah tanpa ekspresi ia menjawab, "Bukan urusan gue."

Juanda tersenyum miring. "Lo semakin bikin gue tertarik."

Saima tidak menjawab.

Juanda mengambil kertas yang Saima tinggalkan sebelum berikutnya, bergabung berjalan bersama Saima keluar kelas, menyusuri koridor sekolah yang tidak sepenuhnya lenggang. Masih ada anak OSIS yang katanya akan melangsungkan rapat atau mereka yang ada ekstrakulikuler hari ini.

"Jangan lupa minggu besok lo keluar sama gue."

Saima terus berjalan dan terpaksa berhenti ketika Juanda menutupi akses jalannya.

Sekarang, posisi mereka sedang berada di parkiran. Untungnya sepi, jadi Saima tidak harus khawatir jika ia akan menjadi tontonan karena kelakuan Juanda.

"Minggir."

"Jangan lupa minggu besok lo keluar sama gue," ulang Juanda.

"Buat?"

"Kencan? Seru kayaknya kalo beneran kencan."

"Nggak mau."

"Sayangnya, gue nggak butuh kata 'mau' lo."

"..."

Juanda mengantongi kedua tangan. "Oke, Saima Adara?"

"Jangan mimpi." Juanda lengah dan Saima berhasil berjalan melewati cowok itu tanpa halangan.

Dua kali. Saima menghitung dalam hati.

Dua kali, Juanda menahan lengannya hari ini. Tidak seperti sebelumnya, untuk yang kali ini tubuh Saima sampai dibuat berbalik dan menghadap Juanda.

"Fine. Sepertinya menggunakan cara baik-baik nggak berlaku buat—"

"Apanya yang nggak berlaku?"

Sebuah suara terdengar begitu dekat di belakang Saima. Bahkan mungkin terlalu dekat, karena ia bisa merasakan helaan nafas yang menerpa juga aroma parfum yang sangat ia kenali sebelum sepasang tangan terulur melepaskan belitan di lengan Saima.

Game Over Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang