"SURPRISEEE!"
Saima berkedip beberapa kali. Wajahnya masih sama, datar—tanpa ada sedikitpun sesuatu bernama keterkejutan di sana saat mendapati kekasihnya itu berdiri, mengumbar senyum lebar lengkap dengan tangan memegang sebuah buket bunga. "Kamu ngapain di sini?"
Raut yang semula sumringah tersebut langsung berubah muram. "Babe ... kok nanyanya gitu, sih?" Protes Jaendra.
"Emang aku harus nanya apa?"
Jaendra berdecak. "Responmu ituloh, mengecewakan banget. Seriously, aku ini lagi ngasih kamu surprise! Kaget dikit kenapa, sih?"
"Tapi aku nggak kaget, Jae."
"Pura-pura, kan bisa."
"Dosa," sahut Saima sebelum bertanya, "Pagi-pagi dateng ke sini, kamu nggak kuliah?"
"Babe ..."
"Aku serius." Saima berkata datar. "Aku nggak mau, kamu bolos kuliah cuma karena melakukan hal nggak berguna kaya gini."
"Ini bukan hal nggak berguna tapi ini surprise. Beda." Jaendra menarik hidung Saima gemas. "Lagian aku juga nggak bolos, kok. Negative thinking banget, sih."
Saima melipat tangan di dada. "Terus?"
"Aku masuk, Babe ... tapi nanti. Hari ini aku cuma ada kelas siang," terang Jaendra. "Makanya aku gabut, bingung mau ngapain—dan ... ya, udah. Tiba-tiba keinget kamu, jadi kangen, jadi pengen ketemu, akhirnya dateng, deh ke sini sekalian aja bikin surprise."
"Oke. Tapi soal surprise ..." Saima melirik buket bunga yang Jaendra bawa. "... kamu tahu, aku nggak suka dikasih bunga."
"Yap, karena kamu bukan kuburan?"
Saima mengangguk setuju.
Jaendra tertawa, memperlihatkan lesung pipinya. "Jujur, Babe. Sampe saat ini aku sebenarnya masih heran sama alasan kenapa kamu nggak suka sama bunga."
"Itu hak kamu."
"Iya, sih. Tapi kok, bisa alasannya serandom itu???"
"Berani berbeda itu keren."
"Kamu bisa aja."
Saima hanya mengendikan bahu acuh.
Jaendra tersenyum menenangkan. "Tenang aja, ini bukan buat kamu kok—bunga ini mau aku kasih ke calon mertua ..." Calon mertua yang cowok itu maksud di sini jelas adalah orang tua Saima. "... sebagai tanda permintaan maaf karena kemarin nggak bisa ikut jemput di bandara."
"Mama, Papa sama sekali nggak mempermasalahkannya, Jae."
Jaendra mengangguk kecil. "Tapi aku mempermasalahkannya, Babe."
"Ya, udah."
"Ya, udah apa?"
"Suka-suka kamu aja, itu hak kamu juga."
"Good girl." Jaendra mengacak rambut Saima sebelum, "Tadaaa!" Cowok itu mengangkat sebuah kunci mobil.
Saima menggernyit.
"Surprise dari aku buat kamu," sambung Jaendra.
"Kunci mobil?" Jaendra mengangguk akan pertanyaan yang Saima ajukan. "Mau ngasih aku mobil?" Tebaknya asal.
"Kalo kamu nggak keberatan."
"Jangan gila."
"Bercanda, Babeee." Jaendra nyengir. "Tapi kalo kamu mau, aku beneran, lho ... kasih mobilnya ke kamu. Serius."
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over
Teen Fiction"Let's play a game." Memiliki kekasih yang bucin mampus padanya membuat Saima Adara merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hubungannya, sekalipun melihat dari sudut mana saja seorang Jaendra Eka Maharga itu berbeda. Tidak hanya menawan dari...