Game Over, 21

436 54 56
                                    

"Makasih."

"M-maaf."

Saima melepas sabuk pengaman.

"M-maaf."

"Maaf adalah ketika kita berbuat salah." Saima menoleh, ketenangannya benar-benar tidak goyah sama sekali ketika ia melanjutkan, "Maaf adalah ketika kita merasa bersalah. Dan maaf, adalah ketika kita nggak tahu mau bilang apa."

Jaendra menunduk, tangan cowok itu memegang erat stir.

"Jadi Jae, maaf kamu itu untuk apa?"

"A-aku bakal jelasin." Jaendra meremas rambut, cowok itu mengangkat kepala dan menatap Saima dengan tatapan campur aduk. "Tapi janji, jangan tinggalin aku."

Dan Saima terlihat tidak berniat memberi jawaban.

"Tapi kayanya nggak mungkin," kalut Jaendra. "Gimana pun, kamu pasti bakal tinggalin aku. Iya, kan?"

"Udah malem." Saima berniat turun tapi pintu mobil ternyata masih dikunci. "Jae—" Ia tetap pada posisinya—tidak menolak, tidak juga menerima—ketika Jaendra memeluknya dari belakang.

"Jangan tinggalin aku."

Tangan Saima turun pada kedua lengan Jaendra yang melingkar di  perut, berusaha melepas tetapi pemuda itu menahan sekaligus bertambah mengeratkan pelukan.

"Jangan tinggalin aku, Babe."

Tatapan Saima lurus menatap gerbang rumahnya lewat kaca mobil. "Buka kuncinya."

Jaendra menggeleng di pundak Saima.

"M-maaf."

"Buka kuncinya."

"Babe—"

"Jae."

"..."

"Buka kuncinya."

Saima tidak sedikitpun meninggikan nada bicaranya tapi kali ini, perlahan pelukan Jaendra melonggar. Tidak lama kemudian bunyi kunci mobil yang dibuka membuat Saima tidak membuang waktu untuk bergegas turun.

Namun, Jaendra menahan. Kali ini tidak lagi memeluk, cowok itu menahan pergelangannya.

Saima berhenti.

"Aku tahu kamu." Getar di suara Jaendra masih ada.

"..."

"Kamu nggak akan pergi tanpa penjelasan."

Benar.

"Kasih aku kesempatan ... buat ngasih penjelasan," pinta Jaendra terdengar putus asa. "Tolong."

"Jelasin," perintah Saima. Ia merasakan cekalan Jaendra dipergelangannya melonggar, tangan Jaendra terlihat mengepal.

"Jelasin, Jae."

Nyatanya, Jaendra tak kunjung membuka suara

Saima menoleh sebentar, ia mengambil satu langkah keluar mobil. "Kayaknya emang nggak perlu."

Jaendra menggeleng. Cowok itu ikut turun dari mobil.

"Babe."

Saima berhenti, tubuhnya berputar menghadap Jaendra.  Tatapannya lurus tanpa emosi, "Apa yang harus dijelaskan."

"..."

"Seperti katamu tadi, aku tahu."

"..."

"Tahu apa yang kamu lakukan di belakang aku."

"..."

"Termasuk ini." Saima maju, melepaskan beberapa kancing kemeja yang Jaendra kenakan.

Lantas, hasilnya benar-benar sesuai dugaan.

Game Over Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang