"Lo mau ke sana?"
Dalam hati Saima bingung, apakah suaranya semenyeramkan itu hingga bukan hanya Yudha yang ia tanyai, tetapi semuanya memperlihatkan respon serupa, terdiam.
"Gue baru ke sana sama Jae." Saima meneruskan. Nampak belum ada yang berniat menjawab, membuat ia akhirnya beralih menatap Jaendra. "Kamu mau pesan apa?"
"Pesan? Pesan apa?" Jaendra justru terlihat bingung.
Saima menghela nafas. "Makan Jae."
"Ah~~ iya. Makan. Kita mau pesan makan." Jaendra memberi respon seakan cowok itu baru bangun dari lamunan panjang. "Okey."
Saima menatap Jaendra.
"Kamu sendiri mau pesan apa? Sekalian aja, aku yang pesan."
"Samain sama punya kamu."
"Oke, kamu tunggu di sini." Jaendra melepas rangkulan di pundak Saima karena cowok itu beranjak, seperti katanya tadi, ingin memesan makanan.
Meninggalkan Saima bersama para teman Jaendra yang masih diam sembari menyaksikan.
Saima tidak pandai berbasa-basi. Karenanya ia memilih tutup mulut, sibuk menggulir layar ponselnya dan baru berhenti saat tawa garing Yudha terdengar.
"Lo tadi nanya gue?" Suara Yudha yang mengandung nada ketidakmenyangkaan terdengar.
Saima mendongak. "Iya."
"Gue nggak nyangka." Yudha menggerling jenaka ke arah Saima yang raut wajahnya masih sama, tenang tetapi terlihat datar di saat yang sama. "Seriously, Saima Adara. Lo nggak lupa, kan?"
Saima berkedip.
"Sejauh gue mengenal lo, ini kali pertama lo inisiatif ngomong duluan sama gue. Nggak cuma sekali tapi dua kali. Wow, gue benar-benar tersanjung."
"Lebay," sahut Theo.
"Sirik aja lo," tukas Yudha sebelum kembali sepenuhnya menatap Saima. "Well, seperti yang lo tahu. Selama ini lo nggak pernah gitu. Boro-boro ngomong, nyapa aja pasti selalu gue yang duluan ngelakuin-itu pun lo jawab hanya dengan kata, 'ya' kalo lagi keliatan niat. Kalo nggak? Cuma ngangguk, atau paling bangkenya ... nggak ngasih respon sama sekali."
Saima tidak menyangkal karena memang apa yang Yudha jelaskan pada ucapannya memang, lah sebuah fakta.
Ketidakbiasaan berinteraksi dengan seorang yang tidak Saima anggap dekat dengannya membuat ia bersikap sangat dingin, tanpa dirinya sadari.
"Untung lo cantik, jadi nggak masalah lo perlakuin gue kaya gitu." Yudha mengedipkan sebelah matanya teramat begitu genit, yang bukan hanya segera mendapat toyoran dari Theo, Niken pun juga.
"Dasar buaya," kata Niken yang dihadiahi cengiran Yudha. Cewek itu menghempas lengan Yudha yang sedari tadi memang masih merangkul.
"Jijik anjing." Theo menatap sebal. "Jaendra denger lo godain ceweknya, abis lo."
"Nggak takut, tuh."
Theo tidak menjawab tetapi cewek itu melempar tatapan tidak percaya sekaligus meremehkan.
Lagi, Yudha nyengir. "Omong-omong, mengenai pertanyaan lo tadi, Saima. Betul, gue mau ke sana. Kata lo tadi udah ke sana? Gue nggak keberatan, lho kalo lo juga mau ke sana lagi bareng kita. Ya, nggak, Ken?"
Niken mengangguk setuju. "Iya. Tambah rame, tambah seru."
Saima menggeleng.
"Cih, nggak asik." Yudha mencibir sok akrab.
"Jae suka lupa waktu kalo udah main di pantai." Saima memberikan alasan paling benar.
Tiba-tiba saja tawa Niken terdengar. Semua tatapan langsung tertuju pada cewek itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over
Teen Fiction"Let's play a game." Memiliki kekasih yang bucin mampus padanya membuat Saima Adara merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hubungannya, sekalipun melihat dari sudut mana saja seorang Jaendra Eka Maharga itu berbeda. Tidak hanya menawan dari...