Game Over, 03

571 67 16
                                    

"Jangan lupa siang nanti kamu ke rumahku. Kamu udah janji."

Saima yang sebelumnya masih fokus pada buku bacaannya menoleh, sepenuhnya memperlihatkan raut lelah yang tidak lagi coba ia sembunyikan pada sosok di layar ponsel.

"Nggak capek?"

"Capek? Capek apa?"

"Ngasih tahu hal itu berulang-ulang? Aku nggak sepelupa itu, Jae."

Bukannya tersinggung akan jawaban sinis yang Saima berikan, Jaendra  justru malah tertawa. Tawa yang begitu lebar, mencetak jelas dua lesung pipi cowok itu.

"Aku tahu." Jaendra menyahut dengan tawa yang masih bersisa. "Aku cuma—apa, ya? Excited? Yap, aku emang sesenenggg ... itu, pas tau kalo kamu mau main ke rumah."

Saima mendengus.

"Beneran, Babe," tegas Jaendra. Cowok itu nampak menoleh ke arah lain sebelum kembali menatap Saima sepenuhnya. "Aku nggak bohong."

Entahlah, Saima tidak mengerti bagaimana bisa setiap melakukan videocall, angle wajah Jaendra selalu pas di layar. Sekalipun sekarang, terpampang nyata pemandangan kepala pemuda itu yang masih tiduran di bantal lengkap dengan selimut sebatas dada juga wajah khas seorang yang bangun tidur dan belum menyentuh air sama sekali.

 Sekalipun sekarang, terpampang nyata pemandangan kepala pemuda itu yang masih tiduran di bantal lengkap dengan selimut sebatas dada juga wajah khas seorang yang bangun tidur dan belum menyentuh air sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terlalu berlebihan, aku tahu," mulai Jaendra, cowok itu menyugarkan rambut ke belakang. "Tapi kenyataannya emang gitu, gimana dong?"

Tatapan Jaendra berubah sedikit serius namun binar yang diperlihatkan membuat Saima betah menatap lama, terlalu menarik sampai membuat ia menutup dan menggeser jauh buku bacaannya secara sadar. Lalu, ia menopang dagu dengan sebelah tangan yang bebas. Menunggu.

"Sejarang itu kamu mau main ke rumahku, kamu tau itu, kan? Sekalinya mau main—itu pasti aku yang maksa." Terlihat Jaendra mengusap tengkuk. "Makanya jangan heran, begitu tau, tiba-tiba kamu inisiatif sendiri mau main ..."

Saima tersenyum. Senyum yang entah kenapa membuat Jaendra terlihat salah tingkah—padahal ia sendiri melakukannya tidak selebar dan selama yang selalu cowok itu umbar.

"... aku sampai seseneng itu," sambung Jaendra.

Berdeham pelan, ditatapnya sosok yang memenuhi layar ponsel kemudian Saima berkata, "Aku cuma lagi bosan. Selalu ngabisin weekend buat belajar seharian."

"Kalo gitu, kenapa nggak dari pagi aja kamu kesininya? Biar aku jemput sekarang. Katanya bosen belajar?"

Kali ini, Saima tak kuasa untuk memutar bola mata malas. "Aku nggak ada bilang bosen belajar, Jae. Aku cuman bosen belajar ... seharian."

Jaendra terkekeh. "Iya deh, iya.  Punya pacar pinter emang beda, ya?"

"Apasih, Jae?" Saima menyipit.

Game Over Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang