"Sumpah, ini kenapa auranya jadi horor gini, sih?" Celetuk Yudha yang langsung mendapat sikutan dari Jonathan. Cowok itu langsung berdecak, mulai agak menyesal memutuskan datang dengan penampilan yang bahkan dibuat serapi mungkin dan tidak urakan seperti biasanya. Yudha juga sampai menata rambut sedemikian rupa, dan lihatlah dirinya sekarang merasa jauh lebih tampan dari sosok yang duduk lemas tak berdaya dengan raut mendung. Jika itu langit, sepertinya sekarang sudah turun hujan lengkap dengan petir menggelegar yang menggambarkan bagaimana suasana hatinya.
"Berasa kaya datang buat ngelayat bukan ke nikahan jadinya, nggak sih?" Sahut Juan, tatapan jenakanya itu memandang heran dekorasi megah di sekitarnya. "Mana kita pada kompak pake hitam-hitam gini. Mendukung banget."
Yudha terkikik bersama Juan.
"Maklumin aja," ucap Tian. Lewat kacamata yang bertengger pas di hidung tersebut tatapannya jatuh pada seorang Jaendra Eka Maharga yang seolah memiliki dunianya sendiri. Melamun dan menatap nanar panggung pelaminan di depan sana.
"Mending nggak usah datang," timpal Yudha melirik Jaendra. "Cari penyakit."
Mendengarnya, semuanya kontan meringis.
"Maybe, its not a bad idea." Ucapan Jonathan mendapatkan anggukan setuju dari beberapanya. Tapi kemudian Jonathan berdeham saat Jaendra melirik. "Surprising. Nggak nyangka banget gue diundang, padahal kita nggak sedekat itu."
"Kan temennya Jaendra," sindir Yudha.
Jaendra melirik tajam.
Yudha pura-pura menatap ke arah lain, tapi tidak kapok dan nekat meneruskan meski hanya bergumam lirih namun jelas masih bisa didengar, "Tapi kayaknya dia nyesel banget sekarang karena ikut undang Jaendra. Mana lakinya dari tadi melotot ke arah sini lagi."
"Ketar-ketir kayaknya dia, Yudh," duga Juan berbisik. "Ceweknya sih, nekat undang mantan."
Tian menepuk punggung Jaendra. Cowok itu sempat memastikan jika yang lain sudah sibuk sendiri baru memutuskan duduk di kursi kosong samping Jaendra.
"Jaendra."
Yang dipanggil menoleh.
"Apa lo menyesal?" Tanya Tian hati-hati.
"..."
"Lo akhirnya merelakan."
Jaendra tidak langsung menjawab justru malah kembali menatap ke arah yang sebelumnya ia tuju. Dimana orang-orang rupanya mulai berdatangan untuk memberi selamat pada sepasang manusia yang resmi menjadi suami istri.
Suami istri.
Jaendra bahkan masih berharap jika ia sedang bermimpi sekarang.
Namun, tidak.
Ini nyata.
Jaendra menghela nafas berat lantas menoleh pada Tian. "Gue nggak tahu, Mas," jawabnya lirih. Sempat menelan ludah susah payah sebelum melanjutkan, "Tapi gue rasa ini keputusan yang terbaik. Gue mau dia lebih bahagia sekalipun ... sekalipun ..."
Tian mengangguk paham. "Gue tahu rasanya, Jaendra."
"..."
"Ditinggal Nikah."
Jaendra buang muka.
"Omong-omong mempelai prianya lebih ganteng dari lo," komentar Tian yang sepertinya tidak diduga oleh Jaendra.
"Apaan sih, Mas," balas Jaendra tidak terima.
Tian tertawa. "Udah, ah. Ayo. Yang lain udah pada maju duluan buat salaman."

KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over
Ficção Adolescente"Let's play a game." Memiliki kekasih yang bucin mampus padanya membuat Saima Adara merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hubungannya, sekalipun melihat dari sudut mana saja seorang Jaendra Eka Maharga itu berbeda. Tidak hanya menawan dari...