"Please jangan marah sama gue, ya, Sai. Gue beneran lupa sumpah, huhuhu."
"Iya."
"Ganti lain hari aja gimana? Nggak apa-apa, kan?"
"Oke."
"Beneran???"
"Hm."
"Tapi kok jawabnya singkat-singkat gitu, sih??? Lo marah."
"Nggak."
"Yang panjang dikit coba, biar gue percaya kalo lo beneran nggak marah! Oke? Saima Adara ... helawww?"
Saima mendengus. "Gue beneran nggak marah, April," jelasnya penuh penekanan. Berharap sosok yang menelpon di seberang sana merasa puas.
Terdengar kekehan April. "Oke-oke, lo beneran nggak marah. Udah dulu ya, Sai. Ini abang gue, sih selow-selow aja nunggu gue telponan tapi pacarnya itulohhh gak sabaran. Benar-benar pengin gue pites itu cewek, yang sayangnya gue nggak berani. Cantik, sih cantik tapi mukanya ituloh nyeremin buset kek mau nelen orang."
Setelah berbicara cukup lebar hanya dalam satu tarikan nafas, April mengakhiri panggilan dan Saima segera mencangklong tas ranselnya, setelah itu mengangkat tangan. Memanggil pelayan ćafe untuk membayar minuman yang ia pesan sebelumnya.
Setelah selesai, Saima berjalan keluar ćafe kemudian berhenti tepat di parkiran. Pulang ke rumah adalah hal yang kini terlintas di kepalanya.
Padahal sebelumnya tidak begitu, jika saja April yang sudah jauh-jauh hari berjanji akan menemaninya membeli buku sepulang sekolah hari ini, lupa. Kemudian pergi bersama sang kakak yang datang menjemput, meninggalkan ia yang menunggu April di ćafe yang memang sebelumnya tidak bisa langsung pergi bersama karena ada rapat mengenai eskul yang diketuainya sejak kelas sebelas, katanya untuk membahas mengenai persiapan acara dalam rangka pelepasan jabatan sekaligus pengangkatan ketua baru yang sudah terpilih, mengingat April sudah kelas dua belas—yang sudah tidak lagi diwajibkan ikut atau aktif dalam kegiatan eskul apapun.
"Saima?"
Saima yang sebelumnya sibuk berkutat dengan ponsel—berniat memesan ojek online, mendongak. Menatap sosok yang memanggil namanya tersebut.
"Sendiri aja, mau kemana?" Tanya Theo.
"Pulang."
Theo tidak langsung menjawab, karena cowok itu sibuk menyahuti teman-temannya yang pamit pergi.
Saima tidak kenal namanya tetapi dari beberapa sosok yang sepertinya tidak terlalu asing karena kalau tidak salah Saima pernah melihat beberapanya di postingan Jaendra dan kini seseorang yang ia maksud tengah melirik ke arahnya namun tidak mengatakan apapun.
Tetapi Saima masih mendengar kala salah satu dari mereka bertanya pada Theo, "Itu ceweknya Jaendra, kan?"
Theo hanya mengangguk, tetapi sepertinya respon cowok itu cukup memupuskan tanda tanya yang tercipta.
"Pantes."
Dan, Saima hanya menatap datar begitu tatapan itu kembali terarah padanya sebelum benar-benar beranjak.
"Mau pulang?" Tanya Theo yang sepertinya tidak harus Saima jawab, karena berikutnya Theo menambahkan, "Gue juga. Lo bisa bareng sama gue kalo lo mau, kebetulan gue bawa mobil."
Tentu Saima langsung menggeleng.
"Kalo lo merasa segan, lo bisa anggap teman Jaendra teman lo juga. Kita teman."
Dan sama seperti sebelumnya, Saima tetap menggeleng.
"Dijemput?"
"Naik gojek." Saima memilih mengatakan yang sejujurnya supaya Theo berhenti.
![](https://img.wattpad.com/cover/214495641-288-k337864.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over
Подростковая литература"Let's play a game." Memiliki kekasih yang bucin mampus padanya membuat Saima Adara merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hubungannya, sekalipun melihat dari sudut mana saja seorang Jaendra Eka Maharga itu berbeda. Tidak hanya menawan dari...