"Cantik banget." Jaendra meneliti penampilan Saima sebelum menggandengnya untuk masuk mobil.
"Kita mau ke mana?"
"Rahasia." Jaendra memasangkan sabuk pengaman Saima, setelahnya memasang sabuk pengaman untuk diri sendiri. "Oke, cantik?"
"Oke."
Jaendra meraih tangan Saima untuk dicium.
"Babe." Jaendra menoleh sekilas, membagi fokus dengan jalanan karena mobilnya sudah berjalan meninggalkan gerbang komplek rumah Saima. "Sebelum berangkat, mampir ke rumahku dulu, ya? Baru ingat tadi ada yang ketinggalan."
"Apa?"
"Ada, deh."
Saima mendengus. "Penting?"
"Banget." Jaendra mengedipkan sebelah mata. "Beneran cuma mampir, kok."
"Oke."
Mobil berhenti saat lampu merah menyala.
"Aku sempat baca perkiraan cuaca hari ini, dan terimakasih Tuhan karena katanya cuaca hari ini bakalan cerah seharian."
Saima menarik sedikit turun kaca mobil. Melihat sendiri jika cuaca hari ini memang secerah itu.
"Kan?" Jaendra kembali menjalankan mobil saat lampu yang sebelumnya berwarna merah berganti warna hijau. "Pokoknya semua waktumu hari ini buat aku. Nggak boleh protes, kamu sendiri yang bilang lagi free. Oke?" Cowok itu mewanti-wanti.
"Oke."
Jaendra tertawa. "Tumben, dari tadi langsung oke-oke aja. Ngambek? Kayaknya nggak mungkin."
Tentu saja tidak mungkin. Lagipula mendapati wajah Jaendra yang secerah itu, rasa bahagia yang juga ikut terpencar benar-benar menular. Hati Saima justru menghangat alih-alih sebaliknya.
"Babe. Menurutmu, penampilanku hari ini gimana?"
Itu pancingan.
Saima tahu Jaendra. Mengetahui jika tanpa perantara orang, cowok itu sudah menyadari sendiri kalau dirinya memang setampan itu.
"Nggak jomplang, kan? Sama kamu yang cantik banget?"
Jaendra mengenakan kaos putih dipadukan jaket denim dan celana jeans, outfit yang sejauh ini selalu menjadi favorit. Sebenarnya apa yang Jaendra kenakan hari ini atau hari-hari bisanya, tidak ada bedanya. Sama-sama terlihat, "Bagus," komentar Saima.
"Ganteng juga nggak?" Jaendra cengengesan.
"Ganteng."
Jaendra terdiam dengan jakun yang bergerak menelan ludah. Terdengar cowok itu mengumpat lirih lantas menyugarkan rambut beberapa kali.
"Babe ..." Jaendra menggeram, tetapi bukan dalam artian buruk.
"Kamu ganteng, Jae," tegas Saima.
Posisi Jaendra yang tengah mengemudi membuat Saima tidak bisa leluasa menatap keseluruhan wajah cowok itu kecuali telinga kekasihnya yang jelas memerah.
"Nggak pernah siap aku sama kamu yang mode manis gini." Jaendra mengusap tengkuk. "Beruntung aku lagi nyetir, kalo nggak kamu udah aku cium banyak-banyak."
Saima menepuk paha Jaendra.
Jaendra menoleh, memperlihatkan seringai.
"Fokus nyetir, Jae."
"Awas aja kamu nanti." Mobil Jaendra berhenti sebentar saat sampai di depan gerbang masuk komplek perumahan, menunggu sang satpam menarik ke atas palang penjaga agar jalan terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over
Teen Fiction"Let's play a game." Memiliki kekasih yang bucin mampus padanya membuat Saima Adara merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hubungannya, sekalipun melihat dari sudut mana saja seorang Jaendra Eka Maharga itu berbeda. Tidak hanya menawan dari...