Game Over, 01

1.8K 110 20
                                    

'Mengapa masih ada'

'Sisa rasa di dada'

'Di saat kau pergi begitu saja'

'Mampukah ku bertahan'

'Tanpa hadirimu sayang'

'Tuhan sampaikan rindu untuknya'

Lagu berjudul Sisa Rasa milik penyanyi mudah tanah air, Mahalini yang sedang di cover oleh penyanyi cafe tersebut tidak hanya terdengar sangat menghayati namun juga menambah suasana sendu yang ada.

Bahkan saat lagu sudah selesai dinyanyikan dan si penyanyi cafe pamit untuk undur diri-bukannya menyurut, suara tangis seorang yang duduk di satu meja yang sama dengannya tersebut semakin menjadi-jadi.

"Anjing lo! Babi lo! Bangsat lo!"

Oke. Memilih tetap tinggal untuk menemani sang sahabat yang tengah patah hati sepertinya bukan keputusan yang tepat. Saima tahu, sekalipun segala umpatan yang dikeluarkan bukan ditunjukan padanya, namun tetap saja tidak merubah apapun. Kupingnya berdengung karenanya dan lagi, ia juga harus menanggung malu ketika beberapa pasang mata melirik aneh tidak hanya pada cewek yang duduk di seberangnya tetapi juga ke arahnya.

Serius. Saima sedang tidak melarang April—sahabatnya untuk meluapkan amarah tetapi, demi apapun ini cafe, lho? Bukan di hutan yang kalau mau teriak-teriak bahkan sampai pita suaranya putus pun oke-oke saja, tidak ada masalah.

"April." Saima menepuk punggung April, berharap sahabatnya ini mau diajak berkompromi. "Kita pulang. Lanjutin teriaknya di apart lo aja."

April tak bergeming.

"Jangan di sini." Saima membasahi bibir, wajahnya yang tenang itu sedikit terlihat terganggu. "Lo nggak hanya bikin malu diri sendiri, tapi gue juga."

April menggeleng. Cewek itu tetap menatap syahdu foto sang mantan kekasih di tangan dengan air mata berlinang. "Luki setan! Bisa-bisanya lo bikin gue termehek-mehek kaya istri di sinetron kumenangis, hah?! Lo yang selingkuh kenapa gue yang diputusin, bangke! Seharusnya gue yang putusin lo bangsul! Gak ridho! Gue Rizki aja!"

Saima memijat kening. Ini tidak akan berakhir mudah. "April—"

"Ini nyebelin Saima, huaaaaa!" Potong April seraya meraung layaknya balita yang keinginannya tidak dituruti. "Lo tau apa yang si Luki bilang setelah dia putusin gue? Kamu orang baik dan aku yakin, kamu pasti bakal dapat yang jauh lebih baik dibandingkan si brengsek ini yang sia-siain kamu dan maaf karena aku kurang ajar, sekalipun kita udah putus ... di hatiku, kamu tetap jadi hal yang paling terindah—cuih, terindah buwung kau keriting! Kalo guenya terindah kenapa gue di selingkuhinnn? Kan anjing banget."

Mendapati April yang menguburkan wajah di meja dengan bahu bergetar, hati Saima melunak.

"Tell me, Saima. Apa sayang dan cinta gue selama ini kurang sampai bikin Luki berpaling?"

Ya, Saima tidak perlu menjadi April lebih dulu untuk tahu apa yang cewek itu rasakan. Hanya cukup bayangkan saja orang yang kamu cintai setulus hati nyatanya begitu mudah mengingkari.

Benar, sakit.

"Salah gue apa, Saima?" Raung April.

Saima tidak terlalu mengenal siapa itu Luki meski sebelumnya cowok itu menyandang status sebagai kekasih sahabatnya, ia tidak mencoba mendekatkan diri. Yang Saima tahu, Luki tipe orang humoris, sangat ramah pada siapapun dan untuk ukuran cowok, Luki memang terbilang tampan tetapi siapa sangka? Karena rupanya itu justru membuat Luki banyak dikerumuni cewek-cewek cantik yang begitu menggoda iman hingga pada akhirnya membuat Luki khilaf.

Game Over Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang