Selama dua puluh tahun lebih hidup, Niken sering merasa jika Tuhan terlalu mengistimewakannya.
Niken selalu mendapatkan apa yang ia mau tanpa perlu berusaha keras.
Dimulai dari hal yang paling umum seperti, teman—dan sayangnya, Niken tidak perlu bersusah payah untuk itu. Niken memiliki kepribadian yang supel, ia bisa berteman dengan siapa saja begitu juga sebaliknya—siapa saja bisa berteman dengan Niken.
Lalu, kedudukan. Katanya, siapapun bisa menjadi apapun selama kamu cantik. Niken bukan mahasiswa cerdas yang memiliki segudang prestasi tetapi cewek itu cantik. Tipikal yang membuat orang akan menoleh sampai dua kali hanya untuk melihat, lantas spontan menyebut namanya dalam hati ketika keesokan hari kembali melihat dan menjadi mengidolakan jika sampai bertegur sapa.
Yang terakhir, uang. Benar-benar beruntung karena Niken tidak pernah pusing memikirkan biaya kuliah atau yang paling sederhana adalah merasakan uang sakunya terpotong karena harus membayar iuran praktek. Bisa dibilang Niken terlahir di keluarga menegah ke atas—yang membuatnya tidak hanya mampu, tetapi terlalu mampu untuk membeli barang-barang branded tanpa perlu berpikir atau menabung lebih dulu.
"Itu yang di belakang. Maju."
Mari mundur beberapa saat dan Niken akan menceritakan bukti lain jika Tuhan memang mengistimewakannya.
"Kenapa rambutnya diwarnai begini?" Seorang laki-laki, kating pembina ospek tersebut menghampiri Niken, dari nada suaranya jelas terdengar kesal. "Angkat kepala kamu."
Niken mengangkat kepalanya. Ia belum sempat menjawab ketika seseorang berdiri menempati ruang kosong di sampingnya. Sosok yang juga dipanggil maju setelahnya.
"Ini lagi. Telinganya dipakein anting. Kamu pikir, kamu ini oppa Korea?"
"Tapi cocok, ih." Suara perempuan cekikikan menyahut. "Ganteng banget."
"Apasih, lo genit. Sana urus yang lain."
"Spill nama IG-nya dong, Dek. Ayo mutualan. Siapa tahu ending-nya nggak cuma akun, tapi hati kita juga saling mutualan."
Terdengar suara tawa.
Niken menoleh kecil. Sebuah senyum lebar berlesung pipi langsung menyambutnya.
Ah, benar. Niken selalu mendapatkan apa yang ia mau tanpa perlu berusaha keras.
"Gue Jaendra."
Dan lihatlah, seseorang yang mencuri perhatian Niken bahkan mungkin tidak hanya dirinya saja—mengingat bagaimana rupa sosok tersebut—sekarang, berdiri dekat tepat di sampingnya dengan tangan terulur memperkenalkan diri.
"Niken."
Dan Niken cukup menerima uluran tangan tersebut untuk menyambut kebetulan-kebetulan di lain hari. Kebetulan yang tidak hanya membuat Niken mengenal seorang Jaendra Eka Maharga, tetapi juga menjadi teman cowok itu.
Jaendra tidak seperti cowok kebanyakan yang mendekatinya karena memiliki maksud. Cowok itu tulus. Segala hal yang Jaendra lakukan merupakan keinginan sendiri dan tidak ada pemaksaan dari pihak lain. Maksudnya jika Jaendra baik, memang begitulah adanya. Fakta yang membuat Niken betah berada di dekatnya, tidak peduli karena kedekatan tersebut banyak orang berasumsi jika keduanya memiliki hubungan yang spesial atau jika Niken menampik, orang-orang akan berganti menjadi menjodoh-jodohkan keduanya.
"Jaendra." Tepat ketika kelas mereka selesai, Niken menghampiri Jaendra yang tengah mencangklong tas ranselnya. "Lo masih pengin ke pantai nggak?" Karena seingat Niken, beberapa kali cowok itu mengutarakan keinginan jika ada waktu ingin ke pantai.
"Masih, kenapa emang?"
Niken tidak langsung menjawab saat ada cewek menghampiri Jaendra untuk menyapa.
![](https://img.wattpad.com/cover/214495641-288-k337864.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over
Подростковая литература"Let's play a game." Memiliki kekasih yang bucin mampus padanya membuat Saima Adara merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hubungannya, sekalipun melihat dari sudut mana saja seorang Jaendra Eka Maharga itu berbeda. Tidak hanya menawan dari...