"Apa, sih, Sai? Lo bercanda, ya? Jelas kurang gue banyak. Gue, kan manusia."Itu jawaban yang Niken lontarkan setelahnya. Terdengar santai dan penuh senyum tetapi bukan salah Saima, kan? Jika itu terdengar seperti sebuah kebohongan.
Lagi pula, bukannya perempuan itu paling jago menyembunyikan soal perasaan, kan?
Niken beberapa kali berusaha mengajak Saima untuk bergabung dalam obrolan yang ada, tetapi selanjutnya menyerah atau mungkin malas karena selalu akan tetap menjadi Saima yang diam dan malas berbicara jika menurutnya itu tidak perlu atau pada orang yang tidak ia anggap dekat dengannya.
Obrolan yang terjalin antara Niken dan Theo tersebut terintrupsi saat Jaendra dan teman-temannya muncul.
"Selamat menikmati~"
Dimas hanya menggernyit saat satu mangkuk besar mie instant berkuah terhidang tepat di depannya. Kemudian, cowok itu berdecak.
"Lo semua emang nggak berguna," komentar Dimas.
Pedas, tetapi semuanya malah tertawa ngakak. Sudah terbiasa sepertinya dan justru malah sibuk mengambil piring masing-masing lalu mulai menyupit mie.
Jaendra yang wajahnya penuh senyum itu mulai terlihat berjalan paling belakang membawa sebuah botol kaca kosong. Cowok itu sempat berhenti di tengah jalan saat melihat sosok yang duduk di sebelah kanan Saima.
Jaendra menatap ke arah lain sejenak sebelum kembali berjalan lalu duduk di samping kiri Saima.
"Babe ..."
Saima tersenyum tipis. Senyum yang jelas bukan untuk menyambut Jaendra tetapi karena ... Saima menyadari sesuatu.
Sangat menarik.
"Aku nggak lama, kan?" Tanya Jaendra.
Saima menggeleng. Lalu, ia beralih menatap Niken.
Yeah.
Sesuai dugaan Saima. Niken tengah menatap Jaendra.
Tidak begitu lama karena selanjutnya Niken bergabung dengan obrolan yang ada. Tidak kelihatan sok, cewek itu memang benar-benar akrab dengan teman-teman Jaendra.
Tapi sekali lagi, Niken juga terlihat begitu jelas ingin memperlihatkan betapa cewek itu punya tempat tersendiri di antara teman-teman Jaendra.
Niken tertawa. "Makanya Dim, lain kali kalo lo menang lagi ngasih hukuman jangan yang itu-itu aja, ganti. Emangnya lo nggak kapok apa lagi-lagi dimasakin cuma mie instant?"
Sangat jelas di telinga Saima karena cewek itu duduk di samping kanannya.
"Lo benar," jawab Dimas, tidak ikut makan dan hanya melipat tangan di dada.
Yudha yang hendak menyuapkan mie ke dalam mulutnya berhenti di tengah jalan. Cowok itu menatap sengit "Heh, nggak usah ngomong aneh-aneh deh, lo, Ken. Udah paling bener si Dimas ngasih hukuman ginian!"
Niken memeletkan lidah. Cewek itu juga mulai menyupit mie ke dalam piringnya. Tidak banyak karena sosok Jaendra yang berada di samping kiri Saima sepertinya lebih menarik perhatian.
"Lo, nggak makan Jaendra?" Tanya Niken.
Saima menoleh.
Jaendra menggeleng. "Nggak pengin."
Respon Jaendra yang acuh tak acuh tersebut membuat raut Niken agak berubah. Cewek itu sepertinya akan mengatakan kata lain tetapi belum sempat berbicara, Theo memanggil.
Theo meminta Niken untuk mengambil potongan sayur yang ada di piring cowok itu. Niken berdecak namun tetap melakukannya meski cewek itu sempat menoleh pada Jaendra kemudian menipiskan bibir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over
Fiksi Remaja"Let's play a game." Memiliki kekasih yang bucin mampus padanya membuat Saima Adara merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari hubungannya, sekalipun melihat dari sudut mana saja seorang Jaendra Eka Maharga itu berbeda. Tidak hanya menawan dari...