11🌼

541 80 20
                                    

Isak tangis Chaeyoung belum berhenti. Gadis itu berjalan gontai sesekali menyeka dengan kasar air matanya yang tidak mau berhenti keluar. Chaeyoung tidak tau ia harus pergi kemana.

Gadis itu terdiam sebari menatap rumah bibinya dengan lekat, apa dia masih pantas bernaung ditempat ini setelah semua yang ia lakukan? Chaeyoung menghela nafasnya pelan kemudian membuka gerbang rumah ini dan bergegas untuk segera masuk.

Dirumah tampak begitu sepi, tidak ada suara bising dari televisi atau apapun itu. Sepertinya Jennie dan bibi sedang pergi keluar. Baguslah, setidaknya ia tidak akan mendengarkan cibiran pedas dari keduanya untuk beberapa jam kedepan.

Chaeyoung mendudukan dirinya di ranjang miliknya. Gadis itu membuka laci nakas mejanya dan mengeluarkan sebuah kertas yang belum ia apa-apakan. Formulir ini, Chaeyoung bingung apa ia harus mengisinya?

"Aku harus segera menyerahkannya karena minggu ini harus sudah selesai, terlebih dia anakku atau bukan, tetap saja,"

Chaeyoung tersenyum kecut saat ingatan akan kata-kata pedas Chanyeol terputar diingatannya. Hati Chaeyoung kembali berdesir ngilu. Perlakuan Chanyeol hari ini benar-benar keterlaluan.

Chaeyoung mengusap perutnya sendiri, menatap permukaan perutnya yang masih sangat rata dengan sendu. Dia darah daging Chanyeol, tapi pria itu bahkan berpikiran bahwa Chaeyoung tengah mengandung anak orang lain hanya karena dia melihat Jungkook yang mengusap perutnya tanpa sebab.

Tak masalah jika Chanyeol menyangka ia berselingkuh dengan Jungkook, tapi jika Chanyeol berpikir anak ini bukan anaknya maka Chaeyoung tidak akan terima. Chaeyoung bukan jalang yang serendah itu hingga ia bisa mengizinkan pria menyentuhnya dan mengeluarkan bibitnya didalam tubuh Chaeyoung.

Chaeyoung merobek kertas itu melampiaskan emosinya yang tiba-tiba membeludak. Gadis itu kemudian bangkit dan mengambil koper yang berada di atas lemarinya.

"Ini adalah keputusanku," gumam Chaeyoung sebari mengeluarkan semua barang-barangnya. "Yang harus menghilang adalah kita dari kehidupannya, bukan kau dari perutku," ucap Chaeyoung sebari menguatkan tekadnya.

Chaeyoung memasukan semua barangnya dengan telaten. Gadis itu memecahkan semua celengan yang ia punya juga membawa semua uangnya, dan tetu saja Chaeyoung juga mengambil kartu kreditnya. Kartu ini hak Chaeyoung, dan satu-satunya harta yang paling berhaga untuk hidupnya.

Chaeyoung menghela nafasnya, di pikirannya terbayang kembali setiap adegan, setiap menit, setiap perkataan pedas yang orang-orang lontarkan padanya, terutama perkataan Chanyeol. Chaeyoung kembali tersenyum kecut sebari memegangi dadanya yang berdesir ngilu.

"Gugurkan!"

"Mempertahankan dia,"

"Aku kecewa padamu!"

Chaeyoung menggelengkan kepalanya. Tidak! Kali ini Chaeyoung tidak akan mendengarkan ucapan orang lain, Chaeyoung sudah yakin bahwa keputusannya ini sangat benar, dan Chaeyoung tidak akan terpengaruh oleh siapapun lagi.

Jika memang keberadaan Chaeyoung dan darah dagingnya ini menganggu semua orang, maka lebih baik Chaeyoung yang pergi dari mereka semua daripada harus menggugurkan kandungannya.

Chanyeol bertanya waktu itu apa yang ia pilih, masa depan atau anak ini. Tentu saja Chaeyoung akan mempertahankan anaknya. Chaeyoung tidak akan pernah bertingkah bodoh dengan menghilangkan nyawa yang tidak bersalah, hanya karena keinginan untuk kembali bisa hidup bebas.

Meskipun Chaeyoung harus membayar harga yang mahal untuk keputusannya, tapi Chaeyoung siap menghadapi semuanya. Ini adalah awal dari hidup baru Chaeyoung. Tidak ada Chanyeol lagi, tidak ada Jennie dan bibinya lagi, dan tidak ada Lisa ataupun Sehun lagi.

Strength Woman ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang