27. Suasana 🥀

22 0 0
                                    

Aksa dengan kecepatan kilat membelah ramainya jalan raya itu tengah berfikir keras siapa yang akan disandra oleh dia kali ini. Siapa yang paling berharga bagi dirinya? Akan kah ada orang yang dekat dengannya? Otaknya berfikir keras hingga satu nama muncul di benak lelaki itu.

Ya Aksa semakin mempercepat kelajuan motornya saat sebuah nama muncul dibenaknya.

_________

Di sisi lain Akmal baru saja tiba di depan kediaman seorang Rafa. Baru saja ia akan memencet bel. Namun Rafa dengan tergesa-gesa membuka pintu dan berlari.

"Eh Raf!"teriak Akmal sembari ikut mengejar sohibnya itu.

Akmal pun memasuki mobil Rafa dan memasang sabuk pengaman, belum sempat sabuk pengaman itu terkunci Rafa sudah melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Dug!

"Anjir! Raf jan kek setan anjing! Gue belum mau mati."

Rafa sama sekali tidak menggubris ocehan Akmal. Ia fokus mengemudi, rahangnya mengeras. Pikirannya kacau. Kali ini Rafa benar-benar telihat berantakan.

"Anjir woi Nana belum bisa gue miliki. Gue juga tadi lupa belum ngasih makan Icuy. Yang paling parah gue belum kawinnnnnnnn-"

Grabak!

"Mati! Ayam! Neng Nana abang lopyu padamu. Kalau bang Akmal enggk bisa ngeliat kamu lagi abang akan selalu tenang liatin kamu dari atas sana nanti."

"Diem babi! Gue juga enggk mau mati sekarang!"

"Anjeng lu-"

Wung~

"Eh setan!"umpat Akmal.

__________

Tut-

"Dil coba lu hubungi Reila. Tanya dia di mana!"ucap Aksa lalu mematikan telepon itu secara sepihak.

Rasa cemas pun kini menghampiri Dila. Dengan cekatan ia menelfon nomor Reila beberapa kali. Tadi sempat berdering namun sekarang sudah tidak aktif. Dengan cekatan, jaket hitam dan juga tas berlambang harimau itu Dila ambil secara kasar.

Lalu Dila pun berlari menuju motornya. Kini Dila yang dulu juga ikut kembali. Sebuah tragedi masa lalu yang sudah terkubur kini telah bangkit. Dila memasang helm fullfacenya dengan segera lalu melajukan motornya dengan tak berperi kemanusian.

Aksa yang melihat kelakuan sepupunya itu ikut bangkit dan menelfon seseorang dengan sigap, lalu menyusul Dila keluar dari ruangan itu.

.
.
.
.
.
.
.

Kini kepala Reila terasa sangatlah berat. Kakinya pun tidak bisa ia gerakkan. Darah mengalir dari kaki kirinya, rasanya seperti tersayat benda tajam. Mulutnya di sumpal dengan kain, tangannya di ikat dengan tali. Dengan mata sayupnya ia berusaha melihat sekitar.

Gelap, berdebu, lembab itu yang ia bisa Rasakan. Tubuhnya serasa remuk seperti habis di dorong ke lantai dengan kekuatan penuh. Pusing, itu yang kini ia rasakan. Karena begitu banyak luka sampai-sampai rasa perih, dan sakit tak terasa lagi.

Bunda begitu berdosanya diriku padamu. Hingga kejadian seperti ini menimpaku, batin Reila pasrah. Ia sudah tidak ada pikiran bahwa ia akan selamat malam itu.

Lama kelaman darah yang keluar dari kakinya semakin banyak, pusing yang ia rasa semakin tak tertahan. Mungkin kini ia kekurangan darah hingga rasanya ingin pingsan.

"Ouh sadar rupanya,"suara serak besar itu memenuhu indra pendengaran Reila. Matanya semakin sayup berusaha melihat dengan pencahayaan minim di tempat itu.

Rasa ketakutan itu seketika menghilang digantikan rasa pasrah. Kali ini benar-benar ia tidak akan selamat pikir Reila.

Lelaki itu memegang dagu Reila kasar,"bagus juga selera Aksa. Pantes luluh, orang yang nempel beginian,"ucap lelaki itu dengan menatap rendah Reila dengan melihat wajahnya dengan mata jalangnya.

Rasanya ingin mati saja Reila. Jika ia bisa selamat dengan keadaan yang sudah tidak suci lagi.

Debaran jantungnya sudah semakin tidak terkendali, nafasnya memburu, kesadarannya hampir hilang. Namun dengan sekuat tenaga Reila berusaha agar dirinya tidak pingsan untuk beberapa menit kedepan.

.

.

.

.

.

.

________

Prit!

Seseorang melambai tangan,"turun!"

Prit prit

"Anjeng! Bangsat!"umpat Rafa seraya membanting tangannya pada stir mobil.

"Mampus,"gerutu Akmal dengan mata melotot melihat polisi di sebrang mobil.

Disisi lain kini Dila telah sampai di sebuah tempat lusuh bekas pabrik gula. Dila tau apa yang ia lakukan sekarang sangatlah nekat. Namun Reila bukan lah orang yang pantas mendapatkan apa yang bukan ia lakukan, bagaimana pun Dila juga merasa bersalah atas semua yang menimpa Reila hari ini.

Dengan santainya ia memakai masker dengan menggerai rambut. Berjalan gotay seakan ia akan melakukan penampilan yang maksimal nyatanya ia tengah menantang sang maut.

Brak!

Dengan santainya Dila berhasil mendobrak pintu di sana ia melihat seberapa sadisnya lelaki itu menyiksa Reila yang bahkan tidak tau apa yang tengah terjadi.

"Lepas."

Ucap Dila tegas seakan perintah yang tak dapat ditolak lagi.

"Ouh my baby honey, are you okey? Long time no see you... So beautiful,"ucap lelaki itu selagi melepaskan genggaman pada rahang Reila dan berjalan mendekat ke arah Dila.

"Ayo dong kita santai dulu honey... Kita kan lama tak jumpa ya kan? Gimana kalau kamu duduk du-"

Plak!

Tangan yang akan memegang bahu Dila itu terpental.

"Ups! Masih sekasar dulu,"ucapnya dengan seringai yang menghiasi wajahnya.

Rahang yang tegas membuat orang itu terlihat gagah dengan perawaan tinggi itu membuat hawa merinding mencekam. Bahkan hawa dingin yang menyengat malam itu tertindih dengan hawa intimidasi dari lelaki itu .

Siapa lelaki ini? Apa yang dilakukan Dila di sini, pikir Reila dengan keras sebelum beberapa detik kemudian kesadarannya telah menghilang.

___________-

Thanka for reading.

And next!

🥀Destiny🥀[ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang