.
.
.
.
.
.Mark berjalan menyusuri koridor sekolah dengan beberapa map dan buku pelajaran yang diapit apik diantara siku dan dadanya. Sesekali berdeham ketika murid-murid yang berpapasan dengan nya memberi salam.
Guru muda itu berjalan tegap, dengan mempertahankan ekspresi nya agar tetap berwibawa di hadapan murid-muridnya nya. Mark biasanya sangat antusias dan penuh semangat mengingat hari selasa adalah jadwal mengajarnya di kelas jeno, tetapi yang jelas hari ini begitu berbeda baginya..
Karena seseorang yang biasanya menjadi pancaran sinar yang mendebarkan hatinya tidak ada, membuatnya merasa tidak mempunyai sebuah hal yang harus dipertahankan untuk tetap mengajar.
Mark menghela nafas panjang, sebelum menekan gagang pintu kelas dihadapan nya. Semua siswa terlihat tegang begitu melihat wajah suram guru matematika mereka. Guru muda itu memang tidak pernah menampakan ekspresi apapun, selalu datar dan dingin bagai es.
Namun satu hal yang dapat disimpulkan oleh semua siswa dikelas itu adalah, hari ini akan menjadi hari yang sangat berat bagi mereka, mengingat wajah gelap nan suram yang terpancar dari wajah Mark, mereka tidak yakin akan dapat lolos dari ratusan soal memusingkan yang dapat membuat otak mereka terbakar.
"Hari ini saya akan memberikan ujian dadakan, masukan semua buku kalian" semua murid menegang begitu mark membuka suara, bagaikan mendengar panggilan kematian dari sang guru.
"T-ta-tapi sir, kita masih ada tugas yang belum dibahas. Satu bab aja belum tuntas dipelajari, mungkin saja ada murid yang belum memahami dengan baik" salah satu murid memberanikan diri untuk membalas, membuat Mark yang sudah mulai menuliskan soal di papan pun mau tak mau membalikan tubuhnya.
"Apa seratus soal kurang cukup untuk mempelajari satu bab? Kalian ini siswa sma, bukan lagi siswa sd yang harus diberi makan materi oleh guru" Mark menjawab sarkas, tatapan nya berubah menjadi datar.
"Tidak ada komentar lagi, kita mulai ulangan nya. Ingatlah waktu kalian hanya satu jam" ucapan mark bersifat telak, menunjukan bahwa dia tidak ingin dibantah sama sekali.
"Baik sir" balas semua siswa serempak, dengan tertunduk lesu mereka mulai menuliskan soal-soal di lembar ujian mereka.
.
.
."Ma, jisung berangkat dulu"
Jisung berteriak parau, dengan tergesa- gesa ia turun dari lantai atas dengan menenteng sepasang sepatu.
"Eh mau kemana kamu? Liat jam deh, gerbang sekolah udah pasti tutup. Lagipula sejak kapan kamu ada di rumah? Bukan nya kamu bilang sama mama mau jaga Jeno?" suara kai terdengar dari dapur, membuat jisung terhenti sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐬𝐡𝐭𝐨𝐧𝐢𝐬𝐡 𝐋𝐢𝐟𝐞𝐞*
Fantasy"Are curses really real? Isn't that one of the myths that are believed by many people even though it is just a myth?" Pertanyaan yang dulunya dianggap sebagai bualan belaka dan diremehkan oleh nya kini menjadi bumerang untuknya. Bagaimana tidak? Je...