.
.
.
.
.Berjam-jam luntang lantung dijalanan sendirian tanpa ada tujuan hidup, Jenica menarik kopernya lemas sambil mengigit bibirnya agar tidak menangis.
"Hikss kenapa lu harus hidup di perut gue? Keberadaan lu nyusahin banget tau gak? Hidup gue makin menderita karena lu ada" gadis itu memukul perutnya berkali-kali, bibirnya mulai mengabsen satu persatu hewan di kebun binatang.
Merasa lelah terus berjalan tanpa tujuan, akhirnya Jenica terduduk diatas trotoar sambil mengamati kendaraan yang berlalu-lalang disekitarnya, ia bahkan melepas jaketnya agar angin malam yang dingin menembus tulang rusuknya.
"Kalau nanti mama harus berjuang sendiri demi kamu, tanpa ada uang sepeserpun apa kamu mau tetap disisi mama?" Bisiknya entah pada siapa, sebuah tawa miris ia keluarkan sambil mengusap perutnya yang mulai membesar.
"Harusnya kamu bahagia kalau mama ngelepas kamu ke surga, disana kamu ngak bakal liat penderitaan dunia, bakal bahagia sama Tuhan. Mama lepas kamu pergi duluan, biar kamu ngak usah hidup susah sama mama. Maaf.....tapi dengan kamu lahir pun, mama ngak yakin bisa bikin kamu tersenyum"
"Nanti kamu ngak perlu malu punya papa yang bangsat kayak Mark"
Gadis itu meringis begitu menyelesaikan ucapan nya, perutnya terasa diremas-remas hingga ia pun hanya sanggup untuk memeluk tubuhnya sendiri agar rasa sakitnya berkurang.
"Kamu aja ngak sayang sama mama, ngebiarin mama semakin ngerasa sakit. Jadi untuk apa mama pertahanin kamu?" Jenica bergumam lirih, bibirnya gemetar menahan rasa sakit yang menderanya.
Tiba-tiba seseorang dengan pakaian ala pelayan cafe mendekatinya dengan wajah khawatir, pria itu menundukkan wajahnya dan menatap lurus kearah manik Jenica yang Bahkan tidak bisa terbaca olehnya.
"Aku udah nawarin kakak buat kawin lari sama aku kan? Sir Mark udah nyakitin lo kak, untuk itu gua paham. Tapi kenapa kakak harus nyakitin diri lo sama anak lo sendiri?"
"PLAKK"
Sebuah tamparan telak dilayangkan Jenica ke adiknya, matanya memerah marah. "Jangan bego kita kakak adik! Seburuk apapun Mark dia masih suami gue"
"Mark ngak berguna jadi suami lo kak! Gua benci sama cowok playboy kayak dia" bisiknya lemah, tangan nya menggenggam jari jemari Jenica yang dingin.
"Berhenti please, jangan nambah luka di hati aku. Tinggalin aku sendiri buat mulai kehidupan yang baru, cukup Mark yang ngehancurin hidup aku, kamu jangan" mata gadis itu berkaca-kaca, menatap memohon pada sang adik untuk membiarkan nya bahagia.
Jisung menghela nafas panjang sebelum menangkup pipi berlinang air mata itu, "Kakak punya siapa lagi selain aku, mama sama papa? Tolong jangan menghindar pergi dari masalah, kemanapun lo pergi, masalah pasti tetep ada"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐬𝐡𝐭𝐨𝐧𝐢𝐬𝐡 𝐋𝐢𝐟𝐞𝐞*
Fantasy"Are curses really real? Isn't that one of the myths that are believed by many people even though it is just a myth?" Pertanyaan yang dulunya dianggap sebagai bualan belaka dan diremehkan oleh nya kini menjadi bumerang untuknya. Bagaimana tidak? Je...