*𝓢𝓲𝔁𝓽𝓮𝓮𝓷𝓽𝓱

839 124 41
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.
.
.
.



"Bener bener pak tua kampret satu itu! Bisa-bisanya ngambil kesempatan dalam kesempitan" jeno menggerutu kesal dengan kedua tangan nya membawa setumpuk buku milik siswa sekelasnya.



Sekitar tiga puluh buku yang berisi bank soal matematika itu ia bawa dengan rasa marah yang membara di hatinya. "Padahal ini masih pagi loh, bisa bisanya Si Mark itu niatnya cuman mainin gua. Mana didrop didepan lampu merah"



Gadis remaja itu meratapi nasib sialnya pagi ini, menggembungkan pipinya sambil mengingat ingat kembali kejadian tadi pagi.


.
.



Flashback



.
.



Keadaan di mobil itu hening seketika, begitu Mark membalas pertanyaan penasaran siswinya dengan sebuah jawaban yang terkesan ambigu.



"Ilfeel? Ya kali jeno ilfeel sama cowok yang udah ditaksir dia semenjak masih sama sama punya batang"



Jeno memajukan pipinya, mendekat ke arah laki-laki yang lebih tua. Merasa penasaran setinggi apa selera calon suaminya ini sampai bisa-bisa nya menolak dirinya yang sudah menawan sejak lahir.



"Selera sir bukan tante-tante kan? Masa aku yang secantik ini kalah sama janda? Gak terima ya-"



"Ternyata kamu bawel banget ya"



Guru muda itu mendorong kening gadis itu menjauh, merasa ragu untuk membicarakan tentang kisah cinta terlarang yang ia ciptakan sendiri.



Dan dia harus membayar harga yang sangat mahal untuk perasaan terlarang itu, sebagai ganti dari dosa dan penyesalan nya ia harus menikah dengan remaja belia yang sama sekali tidak ia kenal.



"Terserah aku lah, nanti juga sir nikah sama aku bakal terbiasa" balasnya dengan penuh percaya diri. Jeno seperti nya tidak melihat wajah mark yang mengeras ketika ia mulai membahas tentang "pernikahan".



"Siapa yang setuju nikah sama kamu? Saya ngak bilang mau jadi pasangan hidup kamu" mark mengalihkan pandangan nya dari sang murid, memfokuskan diri pada jalanan didepan.



"Sir kok jahat banget sama aku? Padahal kayaknya aku enggak ada buat salah apapun, kamu tega mas hikss" jeno mencoba bermain sandiwara, seperti sinetron yang sering diputar oleh sang mama.



"Kumenangis membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diriku~"



Seharusnya jeno punya bakat yang bagus dalam seni peran, karena mama kaia selalu menjadi yang terbaik dalam berakting di rumah.



𝐀𝐬𝐡𝐭𝐨𝐧𝐢𝐬𝐡 𝐋𝐢𝐟𝐞𝐞*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang