.
.
.
.
.Kata orang waktu akan menyembuhkan luka, namun tidak berarti menghapus seluruh jejaknya. Kita tidak akan bisa membohongi ingatan.
Mungkin cara tercepat untuk mengubah sikap terhadap rasa sakit adalah menerima kenyataan, tapi benarkah semudah itu semua rasa sakitnya hilang? Bukankah semuanya akan tetap berbekas di hati, bagaikan kaca yang pernah retak dan meninggalkan tanda.
Jeno memeluk kedua lututnya dan menangis dalam diam, sudah berjam-jam lamanya hanya ia habiskan dengan berbagi rasa pedih dengan kesendirian nya. Gadis itu membenci kenyataan, apalagi perkataan orang-orang yang selalu meremehkan kehidupan pahit yang dijalaninya.Saat ia menangis, orang akan berkata bahwa tangisan tidak menyelesaikan segalanya. Hanya orang lemah yang mengeluarkan air matanya, berkeluh kesah dan menyesal dalam tangis.
Mungkin mudah berkata rasa sakit itu hal yang normal, saat kita tidak merasakan nya. Seringkali kita menggangap enteng perasaan itu, tetapi pada saat kita melalui jalan itu, apa perkataan yang sama akan keluar dari belah bibir kita?
Siapa yang akan meyakinkan diri kita sendiri bahwa semuanya baik-baik saja, dan rasa sakit itu akan berlalu layaknya angin yang berlalu. Jeno tidak yakin akan dirinya sendiri, bahwa ia kuat untuk merangkul rasa sakit dan membakarnya sebagai bahan bakar untuk perjalanan hidupnya.
Bukankah sudah terlalu banyak besi yang menghujam dirinya tanpa henti, menembus jantungnya dan membuatnya merasakan kepedihan bertubi-tubi. Tetapi kenapa Tuhan seakan tidak perduli padanya? Jika memang rasa sakit itu tidak abadi, kenapa seakan hidupnya tidak mengizinkan kebahagiaan berkunjung padanya?.
Haruskah ia iri dengan kehidupan orang lain, yang tampak lebih indah dibandingkan hidup nya yang berantakan. Gadis itu tergelak pelan, mengingat pepatah yang mengatakan, "Suatu saat kita akan tiba di titik menertawakan rasa yang dulu sakit, atau menangisi rasa yang dulu indah."
"Dimana kebahagiaan itu? Orang selalu bilang kebahagiaan tidak bisa dicari, tetapi kenapa aku tidak kunjung bahagia? Kenapa takdir seakan mempermainkan hidupku? Jika Tuhan memang mengetahui semua rasa sakitku, kenapa Engkau tidak menunjukan keadilan mu?" Suaranya bergetar sembari berteriak, air matanya tidak berhenti turun membasahi pipinya yang memerah.
Karina menundukkan kepala nya sedih setelah mendengar teriakan sarat akan kesedihan Jeno. Gadis itu semakin khawatir saat tangisan Jeno terus mengencang. Ia tidak khawatir tanpa sebab, Karina mengenal Jeno dengan baik sehingga ia tahu bahwa Jeno bisa saja melakukan hal nekat dan menyakiti dirinya sendiri.
"Tok tok tok"
Jeno menoleh mendengar suara ketokan dari pintu bercat putih yang tengah didiaminya, tak lama setelahnya suara serak Karina terdengar. "Jen gua masuk ya, gua bakal temenin lu lewatin masa sulit ini. Kita jalanin bareng-bareng layaknya saudara"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐬𝐡𝐭𝐨𝐧𝐢𝐬𝐡 𝐋𝐢𝐟𝐞𝐞*
Fantasy"Are curses really real? Isn't that one of the myths that are believed by many people even though it is just a myth?" Pertanyaan yang dulunya dianggap sebagai bualan belaka dan diremehkan oleh nya kini menjadi bumerang untuknya. Bagaimana tidak? Je...