*𝓣𝓱𝓲𝓻𝓽𝔂𝓽𝔀𝓸𝓽𝓱*

765 90 80
                                    

(Jangan bosen scrollnya yak, ceritanya panjang :))

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Jangan bosen scrollnya yak, ceritanya panjang :))


.
.
.
.
.



Surat yang tadi dibaca oleh Mark terbang begitu saja setelah jemari pria itu melepaskan nya. Helaan nafas penuh tekanan terasa begitu berat dan panjang, "She never lied,
Even though a hidden reality is the biggest regret for me"



Fakta yang sudah diketahuinya dari jauh-jauh hari nyatanya malah mengebom dirinya sendiri setelah surat bernada perpisahan dari sang istri menyatakan statement nyata.



"Kamu berharap aku ngak bakal nyesel kalau tahu kenyataan yang sebenernya, tapi dengan kamu ngasih tau keadaan yang sebenarnya malah bikin aku semakin nyesel udah ngelepas kamu pergi. Harusnya aku ngak sebodoh itu percaya sama Mina, dan minta sampai beratus-ratus kesempatan untuk berada di sisi kamu" pandangan Mark terasa kosong, entah pada siapa ucapan itu ditujukan.



Ia mengambil almamater seragam Jenica yang tertinggal di kamarnya, memeluknya dengan rasa rindu yang membuncah. "You're not being selfish, Jeno. But i'm the one for being irresponsible"



"Dulu aku ngak mencintai kamu sebagai Jenica, tapi mandang Jevino yang merupakan citra kamu. Bahkan disaat kejadian malam itu, kita kecelakaan karena aku ngelihat kamu adalah Jevino yang udah ngalihin atensi duniaku....." Sebuah kenyataan besar yang menghimpit dadanya selama tujuh bulan terakhir akhirnya dapat ia keluarkan.



Pernikahan nya yang baru berjalan kurang lebih enam bulan harus terhenti begitu saja akibat kesalahan nya sendiri. Yaa dia salah karena biarin Jenica pergi, percaya sama seseorang yang harusnya ngak pernah dia perhatiin, dan yang terakhir, gw didn't realize his love before Jenica really left his side.



"I'm sorry, really sorry. But now i know that I love you as Jenica, my wife"



Pintu kamarnya dibuka pelan oleh Taerine, awalnya ia hanya berniat untuk memanggil sang putra untuk makan malam.



Namun melihat Mark yang menangis lirih sambil memeluk jas almamater Jenica membuat hati Taerine menghangat. Tanpa sadar wanita paruh baya itu tersenyum tipis,



"Walaupun terlambat, mommy senang kamu sadar" ia berjalan mendekati Mark yang membeku di tempatnya. Ia meremat bahu sang putra sembari mengatakan, "Kamu tahu kesalahan kamu kan? Sekarang adalah waktu yang tepat untuk bergerak, ngak mau nyari keberadaan Jenica dan anak kamu?"



Pria itu membalas tatapan hangat sang ibu, "mommy pasti tau keberadaan Jenica kan?".



Tanpa ada niatan membalas Taerine hanya mengeluarkan handphone dari balik sakunya dan menunjukkan applying job yang akan dijalani Mark, sebagai direktur utama dari perusahaan keluarga mereka di Canada.



𝐀𝐬𝐡𝐭𝐨𝐧𝐢𝐬𝐡 𝐋𝐢𝐟𝐞𝐞*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang