.
.
.
.
."1......2.....3 saya benci sekolah"
Seisi kelas 11 IPS 2 terlihat muram, sambil menyanyikan asal lagu anak-anak yang menggambarkan perasaan mereka saat ini. Kebanyakan dari mereka menekuk wajah, sambil bergumam protes.
"Dengar semua, libur natal dan tahun baru sudah resmi ditiadakan. Saya harap kalian semua bisa bekerjasama dalam proyek yang diadakan sekolah." Mark berteriak dari arah depan, berhasil menarik atensi dari seisi kelas.
"Sir! Saya minta penambahan nilai untuk mata pelajaran matematika, apakah boleh?" Mungkin jika yang bertanya adalah salah satu siswa terpandai, maka semua siswa gak bakal ngalihin pandangan ke arah suara itu. Tapi kalau yang ngomong Haechan, bakal berbeda ceritanya.
Bahkan Mark pun ikut menaikan satu alisnya heran, "Kamu serius mau remedial Haechan? Saya ngak buka perbaikan nilai untuk UAS loh".
"Ya kalau saya stress ngerjain remedi sir yang soalnya bejibun, saya bakal masuk rumah sakit jiwa dan punya alasan buat nuntut libur" Skakmat, satu jawaban balik dari Haechan sukses membuat satu kelas tertawa terbahak-bahak.
"KITA SEMUA SETUJU" sorak semua siswa sembari tertawa kencang, mengabaikan Mark yang memijat kepalanya pening. "Kalian mau protes, lakukan didepan kepala sekolah. Saya tidak punya kekuasaan apapun untuk hal itu" Balas Mark tegas.
Jeno menidurkan kepalanya di atas meja, merasa hatinya menjadi tenang mendengar suara ribut-ribut seantero kelas. Tentu semua siswa ngak bakal setuju libur singkat mereka dihapus begitu aja.
"Sakit kepala sama sakit hati, ngak nyangka bikin mood gua seburuk ini" Jeno bergumam sedih, tak lama kemudian air mata mulai mengalir dari iris sabitnya. "Punya ortu begini, suami juga begitu, lah sekolah malah begono" keluh gadis itu pelan, tertutupi oleh suara ricuh disekitarnya.
"Baik, baik kalian mau apa? Hanya satu permintaan yang akan saya kabulkan, dan jika memang itu masih menjadi pervillage saya" Gadis itu mengedarkan pandangan nya kedepan, sembari menghapus air matanya ia terkekeh.
"Rasanya bahagia liat dia begini, setidaknya ngak gua terus yang berada di posisi itu. Sesekali harusnya aku bisa bahagia? Tapi kapan waktunya? Sampai kapan harus nunggu?" Harusnya kata-kata itu bisa ia keluarkan, namun bibirnya terlalu kelu untuk mengucapkan satu patah kata.
"KURANGIN TUGAS MAT" semua teman sekelas Jeno kompak menjawab, membuat Mark mau tak mau mengiyakan daripada harus susah payah berdebat dengan puluhan siswa yang tidak akan membiarkan nya lepas begitu saja.
"Dari 50 soal yang sebelumnya saya berikan, cukup kerjakan sampai nomor 20. Kumpulkan seminggu lagi di meja saya." Putusan akhir dari Mark ini tidak disambut baik oleh para siswa, buktinya dengusan lelah lah yang keluarkan oleh siswa perwalian nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐬𝐡𝐭𝐨𝐧𝐢𝐬𝐡 𝐋𝐢𝐟𝐞𝐞*
Fantasy"Are curses really real? Isn't that one of the myths that are believed by many people even though it is just a myth?" Pertanyaan yang dulunya dianggap sebagai bualan belaka dan diremehkan oleh nya kini menjadi bumerang untuknya. Bagaimana tidak? Je...