.
.
.
.
.
."Ma? Pa? Jwi?" Jeno memanggil satu persatu anggota keluarganya, kini ia berada sendirian di sebuah ruangan serba putih. Satu kata yang perlu digarisbawahi, bahwa Jeno sangat membenci sendirian.
Meskipun ia telah terbiasa sendiri, namun Jeno tidak pernah benar benar suka sendirian. Karena dari kesendirian itulah jeno mendapatkan sebuah trauma yang besar, dari sebuah harapan seorang anak kecil berusia lima tahun yang tidak lagi mendapatkan kasih sayang dari keluarga nya.
Namun sekarang ia berada di antah berantah yang bahkan ia sendiri tidak tau dimana dirinya berada. Remaja itu terus saja berjalan sendirian dan meneriaki ruang kosong nan hampa itu, seakan berharap akan ada seseorang yang ia temui.
Secercah harapan itu hampir pudar, begitu semakin lama ia berjalan maka semakin lama pula ia merasa berputar putar di tempat yang sama tanpa henti. Jeno akhirnya berhenti, tepat di titik awal dia membuka matanya dan berada di tempat asing ini.
Laki-laki itu menutup matanya, sambil harap harap cemas kembali ke dunia nyatanya. Menjadi anak seorang professor dan pembisnis menjamin otaknya cemerlang, hanya saja jika dia tidak terjerumus ke dunia gelap yang membawanya sampai sejauh ini.
Tak lama ia mendengar suara berat seorang pria mendekatinya, seperti sedang bernyanyi merdu. Entah kenapa Jeno merasa tidak asing dengan suara ini, hatinya berdesir dan tidak lagi merasa takut sendirian di tempat ini.
Rasanya menjadi jauh lebih nyaman, seperti berada di rumah? Sebuah perasaan yang sudah begitu lama di idam-idamkan jeno semenjak dahulu, perasaan yang sudah lama tidak dirasakan nya.
"Happy birthday to you, happy birthday to you~"
Perlahan namun pasti, remaja itu membuka kelopak matanya sambil menahan debaran-debaran aneh di hatinya.
"S-sir Mark?"
Tubuh remaja yang tahun ini menginjak usia enam belas tahun mendadak kaku, bahkan lidahnya menjadi kelu begitu melihat seorang pria dewasa yang tadi ia panggil Sir Mark tengah tersenyum sambil memegang sebuah kue tart ditangan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐬𝐡𝐭𝐨𝐧𝐢𝐬𝐡 𝐋𝐢𝐟𝐞𝐞*
Fantasía"Are curses really real? Isn't that one of the myths that are believed by many people even though it is just a myth?" Pertanyaan yang dulunya dianggap sebagai bualan belaka dan diremehkan oleh nya kini menjadi bumerang untuknya. Bagaimana tidak? Je...