Semuanya percuma. Jika Glen Sebastian mencoba membunuh sunyi dengan nada piano dalam singlenya yang bertajuk semua percuma, maka Shafa membunuh sunyinya dengan suara 'gedebuk' akibat tumpukan kertas yang menyentuh dahinya berulang. Apa gunanya kertas-kertas itu dicetak jika mengumpulkannya saja Shafa tidak memiliki kesempatan. Harusnya ia menerima tawaran Jihan untuk menggunakan jasa joki tugas. Lagipula, ia cukup mengeluarkan dua lembar uang biru dan tidurnya terselamatkan. Kelas paginya juga.
"Pak, mohon maaf atas keterlambatan saya. Saya mohon terima tugas saya pak," seru Shafa saat pintu kelasnya terbuka dan menampilkan sosok berwajah dingin dan tampan persis karakter cool boy di novel-novel.
"Deadlinenya sudah lewat." Shafa menggigit ujung bibirnya geram lalu dengan satu Gerakan ditariknya kemeja putih yang digunakan Pak Prima, dosen mata kuliah sains bangunannya. Kertas yang sebelumnya Shafa peluk ia gabungkan dengan tumpukan kertas lainnya ditangan kiri Prima.
Lelaki Bernama Primaraka Aksero itu terbelalak ditempatnya. Matanya menatap nyalang salah satu mahasiswanya. Kemudian dengan kasar Prima mengambil kertas milik Shafa itu dan melemparkannya ke hadapan si pemilik. Matanya masih menatap tajam Shafa yang tertegun dengan kertas-kertas yang berterbangan diantara mereka. Sebelum meninggalkan mahasiswanya Prima berbalik sebentar sambil berkata, "Selamat mengulang mata kuliah saya di semester selanjutnya, nona Shafa Yuandari."
Shafa sudah gila. Gadis itu benar-benar sudah kehilangan kewarasannya. Bahkan sekotak teh botol terasa sangat pahit dilidahnya yang kelu. "Gue udah ngusulin buat pake joki, loh, ya. Jangan protes sama gue," ujar Jihan yang duduk disampingnya.
"Ah! Teh sialan! Kok rasanya pahit bener?" Shafa memekik tertahan sedang teh botolnya sudah remuk tak berbentuk.
"Si bego! Lo 'kan ambil yang Lesssugar." Shafa kalah telak, ia sangat malu dan tak memiliki sepatah katapun untuk melakukan pembelaan diri. "Kayaknya gue emang salah jurusan, deh, Ji." Jihan tertawa lepas menampikkan lesung pipi di kedua sisi wajahnya yang putih bersih cerminan iklan detergen.
"Salah jurusan tuh nyadarnya pas semester awal. Kalau lo mah korban semester tua. Bawaannya pengen nyerah terus nikah aja." Shafa mengangguk membenarkan perkataan sahabatnya itu. Wajahnya tiba-tiba saja jadi bersemangat dan Kembali berseri. Kemudian sebelum Jihan bertanya akan hal itu Shafa berkata, "Apa gue nikah aja ya Ji?"
<<<<<<>>>>>>>
Shafa butuh yang manis-manis segera. Sepertinya gadis 21 tahun itu harus menandai hari ini dengan spidol merah di kalender miliknya. Tidak cukup rasanya kesialan itu menempelinya dikampus kini motornya harus mangkir disalah satu bengkel di persimpangan jalan karena ban bocor.
"Bang, saya cari makanan dulu ya sebentar." Shafa menanggalkan helm doraemon miliknya, menitipkan barang itu bersama dengan motornya yang masih diperbaiki.
Shafa tersenyum senang ketika matanya menangkap sebuah toko berwarna-warni di sebrang jalan. Warna merah muda yang sangat menyegarkan, maka tanpa ragu Shafa menggapai pinggir jalan untuk menyebrang dengan segera. Di sampingnya ada seorang nenek dengan tongkat kayu yang pendek.
"Eh, Nek. Ayo aku bantu nyebrang." Shafa mengurungkan niatnya untuk berlari dan memilih berjalan perlahan sambil mengangkat tangannya agar tidak ada kendaraan yang mendahului mereka.
Shafa dapat melihat wajah tampan itu dari kaca mobilnya yang transparan. Pak Prima ada di barisan mobil yang sedang menunggunya menyebrang. Lalu dengan sekelebat ide jahil di otaknya yang kecil seperti kata Pak Prima, Shafa berhenti didepan mobil sedan berwarna putih milik dosennya. Gadis itu tersenyum tipis pada lelaki itu sebelum berjongkok tepat di depan mobil Prima.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIMADONAT |Mark lee|
RomanceAwalnya Shafa cuma iseng nulis nama Prima, dosen muda di fakultasnya yang terkenal killer, di sebuah jurnal yang ia dapatkan sebagai hadiah dari pembelian donat seharaga 25k perbiji. Namun, Shafa harus cosplay jadi abang-abang yang habis minum miras...