Katanya ada dua fase yang biasa dilakukan saat berbuat salah. Pertama, membela diri mati-matian, menyalahkan orang lain, lalu bersikap seperti kemarin. Kedua, membela diri, mengamati situasi dan meleburkan diri dalam sebuah genangan maaf yang tak ternilai. Prima sungguh bersyukur akhirnya Ayah memilih opsi kedua.
Sebelumnya Ayah sudah bertemu dengan Shafa, meminta maaf sambil menahan malu yang teramat. Sedangkan Bunda, wanita itu ikut memohon pengampunan sambil menangis di pelukan Shafa. Gadisnya Prima itupun masih konsisten dengan ucapannya. Selama Bunda meracau meminta maaf yang Shafa lakukan hanyalah mengulang kalimat. "Sudah Shafa maafkan."
Hari itu sesuai rencana, Prima dan keluarga akan berkunjung ke rumah Shafa. Gadis itu sudah memberikan informasi itu pada Papanya. Ia bilang Prima dan keluarganya akan datang. Papa senang bukan main, pasalnya Prima yang ia kenal hanyalah seorang dosen muda yang mencintai putrinya.
Papa hanya bisa menatap bingung ke arah putrinya yang dari tadi asik mondar-mandir di teras rumah. Sejak pagi menyapa, Shafa langsung keluar dari kamarnya. Ia membersihkan rumah seorang diri, karena seperti biasa Mama pasti masih tidur di kamarnya.
"Repot banget, Nak. Prima datangnya pagi?"
Papa mendorong kursi rodanya untuk mendekat ke arah Shafa. "Papa setuju aja, sih, kalau kamu sama Prima. Ya, walaupun Hasbi lebih asik diajak ngobrol." Shafa hanya tertawa sumbang lalu memindahkan sapu yang ia gunakan ke tempatnya.
"Papa hari ini sehat, kan?" tanya Shafa.
"Sehat, dong." Shafa tersenyum lega lalu beranjak dari hadapan Papa saat suara nyaring klakson mobil Prima terdengar.
Shafa membawa Papa bersamanya untuk melihat sosok yang ada di depan rumah mereka. Mobil hitam milik Prima membuat senyum Shafa merekah.
Wanita yang hanya mengenakan kaos bergambar beruang itu meninggalkan Papanya tidak jauh dari pagar. Ia tarik pagar itu agar orang-orang yang tidak lain adalah keluarganya Prima dapat mengakses pekarangan rumahnya.
"Pagi, Om." Prima menjadi orang pertama yang keluar dari mobil. Ia hampiri Papa Shafa yang tersenyum simpul, meraih punggung tangan laki-laki itu dan mengajak Papa Shafa untuk masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. Sedangkan Shafa bertugas untuk menuntun Ayah dan Bunda Prima. Keduanya sepakat untuk melakukan misi ini pelan-pelan.
"Pagi Pak Dirga," sapa Ayah saat keduanya saling berhdapan. Papa terlihat menolehkan kepalanya tidak sudi.
"Kamu kenal dengan mereka Shafa?" tanya Papa.
Shafa tergagap, gadis itu bergerak gelisah saat sang Papa semakin menatapnya tajam dan menuntut sebuah jawaban. "Pa, kita duduk dulu ya?" ajak Shafa.
"Jadi, ini orang tua kamu, Prima? Kalau iya, maaf saya minta kamu segera memutuskan hubunganmu dengan Shafa."
Prima menegak ludahnya susah payah. Kemudian, setelah tautan tangannya dengan Shafa terlepas Prima menjawab, "Justru saat ini saya dan Shafa sedang berjuang untuk memperbaiki hubungan Om dan Ayah saya. Kami berdua sadar hubungan kami akan berlanjut kalau kedua orang tua masih memiliki masalah."
"Oh. Jadi kalian sudah tahu masalah kami?"
Shafa mengangguk pelan dilirknya Prima yang dengan yakin mengiyakan pertanyaan Papa. "Sudah tahu pun, kamu masih berani muncul di depan saya? Bahkan membawa laki-laki biadab ini?"
"Karena itulah maksud kedatangan saya kemari ...." Ayah mengggaruk alisnya yang tidak gatal lalu lelaki itu tidak sanggup lagi menlanjutkan kata-katanya.
"Saya tidak akan memaafkan kamu," putus Papa.
Shafa refleks berjalan ke arah Papanya dan memegang pundak lelaki yang terlihat emosi itu. Pundaknya naik turun akibat mengatur nafasnya yang menggebu. "Tenang, pa."
"Saya pasti terima semua kata-kata buruk kamu atas kinerja saya. Saya juga tidak masalah saat kamu mengolok-olok kondisi saya lewat surat elektronik yang bisa saja saya hapus dalam sekejap. Tapi kamu sudah melampaui batas dan menghina putri saya."
Ayah kembali menundukkan kepalanya begitu juga dengan Bunda. Shafa tidak dapat melakukan apapun selain mengusap pelan pundak Papanya dan menbisikkan kata sabar berulang kali di telinga Papanya.
"Pa ...."
"Shafa, kamu tahu apa kata laki-laki ini? Dia bilang Papa harusnya menyerah sama kamu. Papa harusnya berhenti menaruh harapan pada kamu. Dia bilang kamu nggak punya harapan. Dia bilang harusnya Papa kirim kamu ke rekan-rekan Papa."
Papa menghentikan perkataannya sendirian. Lelaki itu menghela napas berat lalu dengan mata berair Papa kembali melanjutkan perkataannya, "Memangnya dia siapa? Dia nggak tahu rasanya lihat kamu begadang semalaman untuk tes masuk perguruan tinggi. Dia nggak tahu gimana kamu ujian nasional, ngurus Papa yang lumpuh dan rumah ini sendiran. Dia nggak tahu ...."
"Saya mengerti Dirga karena itulah saya disini. Saya benar-benar ingin meminta maaf atas segala perkataan yang pernah saya lontarkan kepadamu. Tolong maafkan saya," bujuk Ayah Prima lagi.
"Tidak akan saya maafkan."
"Saya menyesal, Dirga. Prima juga sudah memberi saya banyak pengertian, tolong jangan jadi penghalang di hubungan mereka yang baru seumur jagung," ujar Ayah Prima lagi.
"Saya tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Silahkan keluar!" titah Papa dengan suara yang tinggi. Shafa kembali berlari ke arah Papanya. Ia raih tangan Papa yang menunjuk ke arah pintu sambil gemetaran. Shafa tidak pernah sekalut ini melihat Papanya marah karena sejatinya Shafa tidak pernah melihat amarah di wajah lembut Papanya itu.
"Yah, tolong pergi dari sini. Shafa nggak mau hipertensi Papa kambuh dan terjadi yang enggak-enggak," ujar Shafa sambil menahan isak. Meski sebenarnya lelaki yang ia panggil ayah itu kebingungan atas panggilannya. Prima tetap membawa kedua orang tuanya bangun dan perlahan keluar dari pintu rumah.
"Om, terlepas anak siapa saya ini, tolong izinkan saya tetap bersama Shafa. Saya benar-benar mencintai dia."
"Bukan cuma kamu. Saya juga sangat mencintaiputri saya!"
End.
Versi Wattpad aku putuskan selesai sampai di sini. Terima kasih kepada teman-teman yang sudah memberikan dukungan pada kisah Shafa yang banyak kurangnya. Aku berharap segala kebaikan menghampiri kalian. Semoga selalu dalam lindungan Tuhan dan diberikan kesehatan. Novel Primadonat akan dijual dengan harga 67.000. Untuk promo silahkan cek chapter sebelumnya.
Segitu aja. Have a nice day semuanyaa <3 <3 <3 <3
Chabysunflow, 12 Februari 2022.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIMADONAT |Mark lee|
Roman d'amourAwalnya Shafa cuma iseng nulis nama Prima, dosen muda di fakultasnya yang terkenal killer, di sebuah jurnal yang ia dapatkan sebagai hadiah dari pembelian donat seharaga 25k perbiji. Namun, Shafa harus cosplay jadi abang-abang yang habis minum miras...