15. Selalu ada Jihan setelah uwu

1.6K 190 64
                                    


Shafa tidak mengerti dari sekte manakah seorang Primaraka berasal. Menurut pemahaman Shafa, yang namanya pergi ke luar kota harus bawa pulang oleh-oleh. Bener 'kan? Oleh-oleh itu hal wajib dan pasti bakal ditanyain oleh rekan kerjanya besok. Inilah yang membuat mobil Prima tidak bergerak barang seincipun dari area parkir.

"Yang jual bika di Jakarta juga banyak. Nanti ajalah beli di tol," putus Prima. Lelaki itu melepaskan dua kancing teratas kemejanya lalu meraih sebotol air minum. Namun, Shafa bukan gadis penurut yang nggeh, nggeh wae. Wanita itu melepaskan seatbelt dan menggeser duduknya agar dapat melihat Prima dengan lebih leluasa.

"Kamu kenal si Fanya, nggak? Sekertarisnya ayah." Primaraka menoleh lalu mengangguk sambil menatap Shafa yang siap berbicara dengan menggebu-gebu.

"Dia itu selalu aja nyebar gosip yang nggak bener," keluh Shafa.

"Gosip gimana?"

"Masa katanya, kita itu dijodohin. Terus dia itu tuh suka halu jadi istri kamu, tau! Padahal di depan matanya ada aku loh, si istri sah! Gila banget."

"Terus kamu diem aja aku dihaluin begitu?"

"Enggak lah!"

Shafa melipat kedua tangannya sambil tersenyum congkak. "Dia tuh selalu minta bukti kalau kamu itu juga sayang sama aku. Makanya kita beli oleh-oleh dulu dong. Biar aku bisa pamer," bujuk Shafa.

"Kalau buat bukti, mah. Besok aku beliin saham, atau kamu mau build kantor sendiri? Udah langsung pulang ajalah. Aku ada kelas jam 1 nanti." Shafa berdecak malas. Penawarannya emang bagus, sih, tapi buat apa? Toh, Shafa bukan tipe wanita karir yang di majalah majalah bisnis. "Yaudah."

Shafa memasang kembali seatbelt-nya, menurunkan kursinya hingga mendapatkan posisi nyaman barang menutup mata sejenak. Shafa menutup wajahnya dengan jaket Prima yang mulai menghidupkan mesin mobilnya. Lelaki disampingnya itu tampak tak perduli dan lanjut mengendarai mobilnya ke arah jalan tol.

"Yang, telfon." Shafa melepaskan jaket Prima dari wajahnya lalu mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Mungkin karena faktor badmood Shafa tidak melihat siapa si pemanggil dan langsung menerima panggilan tersebut. Tak lupa ia hidup kan fitur loadspeaker, dan kembali berbaring.

"Hallo cantikku!" pekik si penelfon di sebrang sana.

"Kenapa a?" tanya Shafa sambil menarik kembali jaket milik suaminya.

"Aih, kamu dimana? Aku cariin ke kantor nggak ada,"

"Lagi diluar kota a. Kenapa nyariin aku?" Shafa mengurungkan niatnya untuk kembali tidur. Wanita itu melempar jaket Prima ke belakang dan duduk sambil merapikan rambutnya yang kusut.

"Kalian hooneymoon? Jangan lupa oleh-olehnya," ujar Hasbi sambil tertawa mengejek di sebrang sana.

Prima cukup kesal mendengar tawa lelaki itu dan ia dibuat lebih kesal saat Shafa membalas perkataan Hasbi dengan suara yang cukup ketus. "Apaan, nggak ada hooneymoon- hooneymoon!"

Prima yang sudah kepalang kesal berdeham keras lalu menghidupkan lampu sein ke arah kanan. Shafa dan Hasbi sama-sama terdiam setelah dehaman lelaki berkaca mata itu. Maka setelah mobil Prima berhasil putar balik dengan sempurna Shafa bertanya, "Kok puter balik?"

"Beli oleh-oleh dulu abis hooneymoon," ucapnya dengan suara lantang hingga dapat dipastikan lelaki yang bernama Hasbi itu mendengar perkataannya.

<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>

Shafa memang menang. Setelah memutuskan telfon dari Hasbi, Prima membawanya ke sebuah toko oleh-oleh. Shafa juga beli banyak jajanan yang sebenernya Shafa juga nggak tau mau dikasih ke siapa. Tapi, Shafa tuh suka aja liat warnanya yang imut, makanya dia beli.

PRIMADONAT |Mark lee|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang