26. Pengen nikah (lagi)

2.1K 188 42
                                    

HEWYOOO! 

HAPPY READING BESTIEE <3


"Jadi ini semuanya saya ulang pak?" tanya Shafa. Prima mengangguk, meraih secangkir tehnya yang mulai dingin.

Pagi itu Shafa sudah susah payah mencari warung fotocopy yang buka demi memberikan versi terbaik untuk bimbingan pertama proposal skripsinya. Namun, seorang Prima memang tak pernah mau tahu latar belakang. Bab satu proposal milik Shafa tidak disetujui dan harus diulang lagi dari awal. Iya! Cover juga di revisi. Parah banget emang.

Shafa malas marah-marah pada lelaki itu maka dengan segera ia hempaskan kembali kertas-kertas yang sudah ia cetak ke dalam tas. Gadis yang tidak mengikat rambut panjangnya itu menghempas-hempaskan rambutnya kesal tanpa berkata apapu.

"Kamu nggak protes?" tanya Prima keheranan. Sejujurnya Prima pikir mahasiswinya yang satu itu akan marah-marah dan melawan pendapatnya untuk melakukan revisinya secara menyeluruh.

Gadis yang ditanyai itu menoleh dan memicing ke arah Prima. "Bapak sengaja nyuruh saya revisi semuanya?" tanya Shafa curiga.

Prima menggeleng dan berkata, "Proposal kamu memang nggak ada yang layak isinya." Shafa tersenyum kecut lalu mengusap dadanya yang siap meledak-ledak. 'Nggak ada isinya', Prima tidak tahu saja kalau dikumpulkan Shafa mungkin udah punya seember air mata cuma untuk menyusun latar belakang proposalnya.

"Kamu lagi nggak enak badan?" tanya Prima.

Shafa menggeleng lemah lalu kembali melanjutkan kegiatannya menyimpan kertas-kertas yang akan terbuang sia-sia. Namun, kegiatannya itu terhenti saat Shafa merasakan sebuah punggung tangan menyentuh dahinya. "Nggak panas," gumam Prima.

"Kok nggak marah-marah?" tanya Prima keheranan. Shafa menarik punggung tangan Prima dari dahinya.

"Saya nggak punya timun di rumah," jawab Shafa cepat. Wanita itu merasa sangat malas jika harus berlama-lama berada di satu ruangan yang sama dengan Primaraka Aksero.

"Hah?"

"Haduh, bacot banget," cicit Shafa sangat pelan hingga dapat dipastikan lelaki di hadapannya tidak akan mendengar pujiannya.

Prima kembali menyentuh tangannya. "Keluarin lagi proposalnya. Ada beberapa yang nggak perlu direvisi." Kalau pembunuhan itu halal dilakukan orang yang pertama kali Shafa eksekusi pasti adalah Prima. Berarti lelaki itu memang sengaja 'kan membuatnya mengulang seluruh pekerjaannya.

Tidak ada yang dapat Shafa lakukan selain membuka kembali tasnya lalu mengeluarkan lembar proposalnya dan duduk di tempat yang sama. Prima mengambil kembali kacamata yang sempat ia lepas, dan dengan berkas yang sama ia baca kalimat per kalimatnya.

Shafa rasanya nggak sanggup kalau harus terus berhadapan dengan Prima sebagai dosennya. Lelaki itu selalu saja seperti punya dendam pribadi pada Shafa yang baik hati dan tidak sombong ini.

Sebuah ketukan dari pintu ruangan itu membuat keduanya tersentak dalam lautan pikiran masing-masing. Baik Shafa maupun Prima menoleh ka arah pintu dan muncullak seorang wanita cantik dari balik pintu kaca itu setelah Prima mempersilahkannya.

"Selamat pagi Pak Prima," sapa Bu Elly pada Pak Prima yang kembali sibuk dengan proposal milik Shafa.

"Pagi Bu," sapa Shafa demi menjaga sopan santunnya. Namun, naas sapaannya dianggap angin lalu oleh wanita yang mungkin seumuran dengan Pak Prima mengingat dari wajahnya Bu Elly tidak terlihat tua. Shafa malah mendapatkan tatapan tidak suka dari wanita berkemeja itu.

"Nanti ada janji makan siang dengan siapa pak? Jika tidak ada bagaimana kalau kita makan siang bersama direstoran depan? Berhubung saya mendapatkan voucher gratis makan bagi pasangan dari sana," ucap wanita itu malu-malu.

PRIMADONAT |Mark lee|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang