"Jangan ketawa terus kamu. Ntar diare," seru Primaraka.
Narendra yang sedang tertawa di balik punggung Shafa mengangguk dan melipat bibirnya ke dalam. Menggigit benda kenyal itu agar tidak ada lagi tawa yang lolos. Shafa sendiri mengusap punggung bergetar karyawannya. Nana menghapus cairan yang muncil di sudut matanya lalu berdiri tegak.
"Keputusan saya sudah bulat Na. Mulai besok kamu harus bisa mengambil keputusan sendiri mengenai toko kita. Kalau ada apa-apa jangan hubungi saya di tengah malem lagi." Narendra melebarkan matanya tak percaya. Kemudian sebelum ia sempat membantah pernyataan dari bosnya, Primaraka kembali menariknya menjauh dari Shafa.
"Kamu sering telfonin istri saya?" Primaraka menarik lengan Narendra kuat hingga lelaki itu sedikit meringkuk ketakukan. Ia merlirik pada Shafa yang memasang tampang tak berdosa.
"Enggak pak! Saya berani sumpah!" serunya ketakutan. "Bu, jelasin dong!"
Shafa tertawa sejenak sebelum menarik tangan suaminya yang sudah hampir melukai pundak Narendra. Ia usap sebentar tangan yang pemiliknya sedang dibalut emosi lalu berkata, "Kan kalau."
Narendra bernafas lega lalu mengibaskan kaos hitamnya yang kini sudah lembab karena keringat. Ia kibaskan berulang kali hingga tak jarang kaos hitam itu melekat dan membentuk tubuhnya. Narendra sebenarnya tidak masalah akan keputusan bosnya, karena seperti motivasi hidup Nana. Dimana ada Bu Shafa disitulah ia berada. Selama Bu Shafa bahagia ia juga bahagia.
Pasti banyak yang berfikir mengapa Narendra melakukan hal itu, tapi baginya Bu Shafa bukan hanya seorang bos. Ia adalah sosok kakak bagi Nana. Yaa walaupun Nana sering dijadikan tumbal projek sih. Nana bukan seorang sarjana. Nana cuma punya ijazah SMA yang jika tidak bertemu dengan Shafa maka tidak akan pernah ia miliki.
Hari itu hari Kamis saat pertama kali Narendra menemui Shafa. Nana sedang membongkar isi tasnya di samping penjual batagor. Lelaki itu misuh-misuh karena harus membayar uang sebesar 50 ribu untuk mendapatkan ijazahnya.
"Cari untung mulu ni sekolah," seru Narendra sambil menghitung uang yang sudah ia kumpulkan. Hanya ada uang receh yang nominalnya tidak sampai dua puluh ribu.
"Apa jual aja ni tas?" tanyanya pada diri sendiri. Shafa yang tengah menunggu batagor pensanannya siap tertawa lepas. Hal ini mengundang tatapan sinis siswa SMA itu.
"Ada apa gerangan sih adik tampan?"
Dan sejak hari itu Narendra akan selalu mengikuti jalan yang dibuatkan Shafa untuknya. Sesederhana itu memang, tapi bagi Nana berada dibelakang Shafa berarti selamat. Karena jika nanti ia tersesat akan ada seorang wanita yang meneriakinya dan memintanya untuk kembali.
<<<<<<<<>>>>>>>>
Prima tidak pernah mendengar dari mulut Shafa bahwa ia ingin berhenti. Setau Prima, Shafa sudah sangat nyaman jadi bos. Maka ketika wanita yang tengah membuka bungkus es krimnya berkata ingin berhenti bekerja di toko Prima merasa sangat terkujut.
"Kamu beneran mau berhenti?" Shafa menganggukkan kepalanya.
"Kenapa?" tanya Prima kembali.
"Sayang."
"Yang ...."
"Ya emang sayang. Capek-capek kuliah arsitektur masa jadi juragan masker. Linjurnya kejauhan," seru Shafa sambil melahap es krim yang sudah bebas dari bungkusnya.
"Jadi beneran sayang sama ijazah?"
"Iyalah! Nih ya, Papaku bayar ukt selama empat tahun. Aku juga selama empat tahun udah simulasi jadi zombie. Masa udah lulus ilmunya nggak diterapkan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIMADONAT |Mark lee|
RomanceAwalnya Shafa cuma iseng nulis nama Prima, dosen muda di fakultasnya yang terkenal killer, di sebuah jurnal yang ia dapatkan sebagai hadiah dari pembelian donat seharaga 25k perbiji. Namun, Shafa harus cosplay jadi abang-abang yang habis minum miras...