28| Insan Yang Terpilih

716 73 34
                                    

Setelah Jisoo selesai dengan urusan mengeluarkan defaksi—dia kembali duduk di samping Nayeon. Nayeon menunggu Jisoo membuka suara, kali ini wajah Jisoo terlihat sendu. Firasat Nayeon mengatakan pasti yang akan diceritakan Jisoo bukan sesuatu yang menyenangkan.

Jisoo bingung mulai dari mana. Semuanya terlalu rumit untuk dijelaskan. "Nay, lo tahu kan akhir-akhir ini gue sering sama Taehyung?" Nayeon menyatukan alis lantas menganggukkan kepala. "Sebenernya itu karena gue sama dia lagi pendekatan. Taehyung pernah nembak gue, dan gue sempat nolak dia karena gue takut dia mainin gue. Tapi akhirnya gue ngasih dia kesempatan buat bikin gue percaya kalo dia nggak seburuk yang gue pikir. Karena... jujur aja, gue juga suka sama dia. Gue nyaman sama dia, dan gue perlu mengenal dia lebih jauh dengan pendekatan sama dia, supaya gue bisa makin memantapkan hati buat dia."

Nayeon terkejut mendengarnya. Dia pikir kedekatan Jisoo dan Taehyung biasa saja, pasalnya... Jisoo memang dekat dengan semua lelaki yang menghuni indekosnya.

Jisoo menambahkan, "Gue tau lo sensi banget sama Taehyung karena nggak mau gue disakitin sama dia, tapi percaya deh, dia... nggak seburuk itu."

Nayeon tertegun.

"Kemarin gue sama Taehyung ke rumah orang tuanya. Ada sesuatu yang nggak terduga terjadi."

Jisoo membiarkan hening di antara mereka. Sebenarnya Jisoo tidak sanggup melanjutkan. Sesak itu masih terasa menekan dadanya.

"Sesuatu apa?" tanya Nayeon hati-hati.

Jisoo menarik napas sesaat mencoba menguatkan diri. "Ayah tirinya Taehyung ternyata bokap kandung gue."

"H-hah?" Nayeon tiba-tiba berubah menjadi keong.

"Lo inget nggak waktu kita makan di restoran Jepang ada bapak-bapak pake setelan jas yang rapi nyamperin gue terus gue lari?" Jisoo bertanya, dan mendapati anggukan kepala dari Nayeon. "Itu bokap gue. Gue pernah cerita kan, bokap gue ninggalin gue sama nyokap demi selingkuhannya? Ternyata nyokapnya Taehyung selingkuhan bokap gue."

Kepala Nayeon mau pecah rasanya. "Anjir, plot twist macam apa ini..."

Jisoo tersenyum pedih. "Entahlah. Semesta kayaknya suka banget bercanda sama gue."

"Terus semalem gimana? Taehyung gimana?"

"Gue langsung cabut dari rumah Taehyung. Campur aduk banget rasanya; sedih, marah, kecewa jadi satu," kata Jisoo getir. "Makanya gue pulang ke sini. Gue nggak mau ketemu Taehyung dulu buat sementara waktu."

Nayeon menggenggam tangan Jisoo. "Pasti berat banget buat lo dihadapkan sama situasi begini."

Jisoo menggigit bibir bawahnya.

"Tapi, Ji, lo nggak bisa terus-terusan menghindar, kan?" Nayeon mulai memberikan pengertian. "Menurut gue lo harus coba ngobrol berdua sama bokap lo. Gue tahu bokap lo udah jelas-jelas salah, tapi... nggak ada salahnya coba bicara. Lo mesti dengerin penjelasannya. Gue tau, nggak gampang maafin perbuatan bokap lo. Tapi seenggaknya lo berani hadapi, mencoba berdamai sama masa lalu." Penuturan Nayeon membuat Jisoo tertohok seakan ada panah melesat tepat menghujam dadanya. "Lari dari masalah bukan solusi, Ji. Enggak ada salahnya lo coba hadapi dan pelan-pelan menerima, demi ketenangan hati lo."

Jisoo mencerna penuturan sahabatnya. Nayeon benar, Jisoo tidak boleh begini terus. Berlari dan bersembunyi dari masalah tidak akan menuntaskan segalanya.

Sebenarnya yang membuat seseorang takut menghadapi masalah adalah ketakutan. Takut sakit hati. Takut menerima kenyataan pahit. Namun, bukankah ketakutan ada untuk dihadapi? Setelah menghadapi ketakutan, mungkin akan ada sesuatu yang melegakan sehingga membuat lebih berani dan mengambil pelajaran dari sana.

Jichu's Indekos | Kim JisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang