Pedih? Iri? Sejak kapan aku punya rasa itu. Ah mungkin itu hanya rasa yang kebetulan saja. Tapi kenapa aku menangis? aku sedang tidak mengalami peristiwa tidur. Tapi kenapa pedih rasanya. Sekarang aku tau ternyata yang menangis hanya hatiku, aku bahkan tak mengeluarkan satu tetes pun air mata.
____Lawitta Arrvina____
Bugh! Brugh!
Aku merenggangkan otot dan jemariku. wajahku datar, mataku tajam menatap pada orang yang tengah berusaha untuk bangun dan kesakitan.
"gue rasa Anum udah pernah bilang sama Lo untuk gak nguntilin gue" ucapku datar. aku membuang pisau sillet dengan bercak darah di beberapa tempatnya.
Jessie terduduk di tanah bergelimang air mata dan amarah yang memuncak, ia memegang lengannya berdarah karena sayatan dari tanganku sendiri. aku rasa energinya sudah habis jadi tidak bisa melakukan perlawanan lagi. aku berjongkok di depannya.
"jangan pernah lagi mengabaikan peringatan dari seorang Lawitta" ancamku dingin. wajahku datar, nadaku terdengar santai tapi mencekam.
Jessie memalingkan wajahnya. tatapanku membuatnya sedikit ketakutan tapi dia juga menyimpan benci, tersirat dari matanya. dia kembali menatapku. deru napasnya naik turun.
"Orang-orang menyebutku Mata psikopat karena aku memiliki tatapan yang tajam bak psikopat" ujarku menatap tajam dan menantang pada mata orang di depanku yang kini sudah berpaling menghindari tatapanku.
"lo tau itu kan? gue benci sama semua orang yang bilang gue psikopat!? termasuk elo. jadi, kenapa gue gak sekalian jadi psikopat aja?"
tanganku bergerak naik mencengkram luka sayat di lengan Jessie. dia menggeliat kesakitan berusaha melepaskan. mataku kembali tajam menatapnya, wajahku datar. satu lagi, entah kenapa rasa senangnya sama dengan rasa senang yang pernah aku rasakan saat membuat Gugun menangis kejang.
"LAWITTA!! GILAAA LO!!" Ade mendorong tubuhku dan terjengkang kebelakang. tenggorokanku sakit.
Anum membantu Jessie berdiri dan segera membawa pergi gadis itu. tatapanku Kembali kosong tapi kini menyendu.
"goblok sumpah! makin gak beres nih anak!" berang Ade bercampur cemas.
"gue kecewa sama lo" lirih Gupta dan pergi begitu saja. Ade geleng-geleng kepala. entah kenapa aku merasa sedih saat Gupta bilang dia kecewa.
apa aku berbuat kesalahan?
****
Jessie masuk di papah Anum. mataku dingin melihat mereka berdua. kenapa aku merasa iri? sejak kapan aku punya rasa ini?. Gupta pun juga enggan melihatku, menyapa pun tidak. kesalahan apa yang aku buat.
"Num, kantin skuy!" ajak Gupta meraih tangan Anum.
"Jessie lo mau ikut?" Jessie mengangguk girang. Anum kembali membantunya. aku semakin panas melihat mereka berdua.
tidak ada yang mengajak ku. jadi Aku putuskan ikut mereka, aku berjalan dibelakang mereka seperti orang bodoh oh tidak tapi seperti pembantu yang mengekori majikannya, atau aku seperti antek-antek mereka. sakit. tapi tak satupun dari mereka yang mau melihat ke belakang. mereka bahkan bercanda tanpa aku.
Di kantin aku mengambil duduk di samping Gupta tapi Gupta tiba-tiba berdiri dan pindah duduk di samping Anum. kenapa aku jadi merasa sendirian dan terkucilkan.
"gue bikin kesalahan apa sih?" aku beranikan membuka suara di balas tatapan dari mereka.
"Lo penjahatnya dia korbannya" jawab Gupta dingin menunjuk aku dan Jessie. aku rasanya ingin marah.
"gue bukan penjahat" selaku saat Gupta baru akan membuka mulutnya melanjutkan ucapannya.
Jessie mendeling jijik mendengar balasanku di tengah makannya. Jessie meletakan kembali sendok. aku sedang membuang muka ke samping kanan karena aku tidak mau melihat mereka bertiga bak sahabat dan aku parisitenya. aku bisa merasakan Jessie menatapku.
"Lo udah nyayat lengan gue pake sillet" ucap Jessie tajam.
"gue gak sengaja" jawabku tak acuh lebih tidak tertarik untuk menjawab.
"LO SENGAJA!" bentak Jessie tidak terima.
"gue gak sengaja" balasku masih mengunakan nada yang sama.
"Lo sengaja Lawitta!"
"GUE BILANG GAK SENGAJA!!" BRAK!!
aku kembali duduk setelah menggebrak meja dan energi suaraku terkuras. aku kembali membuang muka, tanganku melipat di dada.
"udah cukup ya kalian!" kini Gupta yang bersuara, dia kesal. aku melihat ke arah Gupta dan menatap tajam pria itu.
"gak usah sok adil lo bangsat" kataku sangat tajam karena aku ingin kata-kataku melukai hatinya.
" gak usah sok adil lo kalo lo ngelihat peristiwa cuma dari akibatnya aja dan mendengar penjelasan dari sebelah pihak! lo gak jauh beda sama orang munafik lainya! Ciih!"
aku berdiri lalu pergi. aku berharap kata-kataku itu bisa menembus jantung dan hatinya untuk terluka dan aku berharap juga Anum ikut merasa.
kenapa aku menangis? aku sedang tidak mengalami peristiwa tidur. kenapa pedih rasanya. tapi ternyata yang menangis hanya hatiku, aku bahkan tak mengeluarkan satu tetes pun air mata.
Aku berharap Gupta dan Anum mengejarku seperti biasanya atau mengekor. tapi saat ini tidak. Ah! apa aku terlalu banyak berharap? sejak kapan juga aku memiliki rasa harap ini.
"Haii Lawitta ..." sapa seorang siswi yang melewatiku. suaranya membuyarkan pikiranku. aku tak membalas sapaa siswi ramah itu.
ternyata aku sudah cukup lama berjalan sampai aku melihat tiga orang yang membuat hatiku pedih tadi sudah duduk berkelompok di kelas.
"Neng, kemana aja ini udah jam berapa neng? kamu itu kami sudah selesai bagi kelompok dan dijelaskan kamu malah baru datang!" oceh bu Farida guru biologi. aku diam saja sembari menempati tempat duduk yang entah punya siapa tapi tempat itu tinggal sendiri karena meja kursi lainya sudah di tarik untuk di susun berkelompok.
"karena semua slot sudah penuh, dan kamu tinggal sendiri jadi kamu kelompok sendiri aja. anggap ini hukuman untuk kamu. kalian silahkan jelaskan ke dia tugasya" ujar bu Farida lalu pamit.
_________________________________
See you Next Page👋
Kesian beut dah si Law di kucilin tapi sebenarnya si Law itu salah apa engga sih kok jadi authornya yg bingung ini? 😤😫😭Jangan bosen ya ... pantengin terus ceritanya karena cerita akan semakin menarik.🙃
Jangan lupa follow akun Author ya ntar di polback ama si author kece ini ... 😆
IG : Nissyarahim
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleep And Law
FantasyCerita ke-tujuh "Orang-orang menyebutku Mata psikopat karena aku memiliki tatapan yang tajam bak psikopat!" Aku menatap tajam penuh penentangan pada mata orang di depanku yang kini sudah berpaling menghindari tatapanku. Jadi ini adalah sebuah cerita...