Chapter 2 : A Garden Full Of Poisons

324 39 0
                                    

Setelah menaruh barang-barangku di kamarku yang dulunya adalah kamar milik ibuku, Scarlet Lenoir, Aku segera berganti pakaian dengan dibantu oleh para pelayan. Pelayan yang kumaksud adalah para makhluk setengah monster yang memutuskan untuk mengabdi pada keluarga Lenoir daripada dibantai. Tentu saja mereka tidak seperti para pelayan di kediaman bangsawan-bangsawan lain. Mereka cepat dan cekatan. Mereka sangat patuh dan tidak memerlukan bayaran apa pun. Kebanyakan diantara mereka adalah makhluk setengah vampir sehingga memiliki paras rupawan. Pelayan yang bertugas mengurus semua keperluanku selama tinggal di kediaman Lenoir berjumlah kurang lebih sepuluh orang dengan satu orang kepala pelayan yang bernama Sylvia. Sylvia adalah makhluk setengah vampir yang sudah mengabdi kepada keluarga Lenoir selama kurang lebih dua ratus tahun. Jadi dia tahu banyak hal tentang rumah ini dan orang-orang yang tinggal di dalamnya.

Kamarku yang baru jauh lebih luas dari kamarku di asrama Akademi. Padahal aku pikir kamarku di asrama sudah sangat luas. Aku memang terlahir sebagai Lenoir yang memiliki kekayaan luar biasa, tapi aku selama ini hidup jauh dari kekayaan. Jadi memiliki kamar seluas ini secara tiba-tiba membuatku sangat senang sekaligus aneh. Kamar ini mungkin luasnya sama dengan luas rumahku yang dulu kutinggali bersama ibuku saat aku masih kecil. Rumah tempat ibuku dibunuh dengan sadis oleh para monster.

Nuansa keluarga pembunuh monster seolah melekat ketat pada kamar ini. Dinding-dindingnya, lantainya, langit-langit hingga perabotan yang ada di dalam kamar ini didominasi oleh warna-warna gelap seperti cokelat kayu dan hitam. Jika ada warna cerah yang menonjol di kamar ini, itu hanya warna merah delima dari batu Ruby yang menghiasi beberapa perabotan dan sulur-sulur yang terbuat dari emas yang menghiasi setiap sudut ruangan. Kamar ini cukup luas sehingga aku memiliki perpustakaan kecil sendiri di dalamnya. Terdapat empat kursi dan sebuah meja bundar di tengahnya yang sepertinya terbuat dari emas. Kursi-kursi dan meja itu dimaksudkan untuk aku menerima tamuku atau sekedar minum teh di dalam kamar. Selain itu, kamar ini juga memiliki taman kecil di dalamnya. Taman di tengah ruangan ini diisi oleh bunga-bunga beracun beraneka warna yang hanya bisa tumbuh di daerah utara. Bunga beracun itu sengaja ditempatkan di dalam ruangan agar aku terbiasa menghirup racunnya sehingga menjadi kebal terhadap racun itu. Tentu saja aku masih merasakan sedikit efeknya, meski aku sudah diberi pelatihan kekebalan racun selama masih di Akademi. Paling tidak aku yakin aku tidak akan mati hanya dengan racun dari bunga itu.

 
Setelah para pelayan memakaikan gaun merah yang sangat cantik dan mendandaniku serta meriasku dengan berbagai perhiasan, aku turun menuju ruang makan malam. Karena ini adalah pertama kalinya bagiku mengikuti acara makan malam keluarga Lenoir, maka aku tidak boleh datang terlambat. Jadi aku buru-buru menuruni anak tangga yang tidak ada habisnya itu sambil berlari di atas high heels dua belas senti. Tentu saja itu bukan hal yang mudah. Saat hampir sampai di ruang makan malam, aku hampir saja terjatuh. Tapi seseorang segera menangkapku dari belakang.

"Perhatikan langkahmu kalau kau tidak mau mati di hari pertamamu." Kata orang itu dengan nada suara dingin.

Aku melihat siapa yang bicara. Pria itu tampak berusia awal dua puluh tahun. Dia sangat tinggi sampai aku harus mendongak untuk melihatnya. Dia memiliki mata berwarna merah darah seperti milikku. Saat melihat rambutnya yang berwarna platinum, barulah aku tahu siapa pria itu. Dia adalah kakakku, Devlin Lenoir. Pewaris utama Keluarga Lenoir. Putra kesayangan ayahku dengan istri pertamanya, Layla Lenoir. Atau mungkin bukan...

"Senang bertemu denganmu juga, Devlin." Kataku, sambil sebisa mungkin tersenyum ramah padanya.

Tentu saja itu tidak berhasil. Kami bukan keluarga sungguhan. Devlin adalah Putra dari Layla, Istri pertama Garnet Lenoir. Sedangkan aku adalah Putri dari Scarlet, wanita yang menggoda Garnet Lenoir saat Layla sedang hamil sehingga menjadi Istri keduanya. Tanpa diberitahu pun aku sudah tahu orang ini membenciku. Lihatlah tatapannya itu. Dia seperti sedang melihat bangkai kecoak saat melihatku. Apa aku sakit hati? Tidak. Karena aku sudah terbiasa dan memang harus terbiasa dengan orang-orang yang menatapku seperti itu.

How To Kill Your Rich HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang