Prolog

439 53 0
                                    

Ada banyak cara untuk membunuh suami yang kaya raya. Ada banyak sekali, dan aku sudah mencoba semuanya. Hampir.

Ada satu yang belum kucoba, menikamnya tepat dijantungnya di malam pertama kami saat dia sudah tertidur pulas.

Alexandrite, pria yang baru saja menjadi suamiku, adalah Putra Mahkota Kekaisaran Clairentina. Dia tidak hanya sekedar kaya raya. Dia jauh melampaui kata itu sendiri. Dia memiliki segalanya. Harta, takhta dan wanita. Aku harus menambahkan, dia juga sangat tampan. Para Dewa sepertinya sedang sangat bahagia saat dia diciptakan.

Benar juga, sekarang aku adalah Putri Mahkota kekaisaran ini. Segera setelah Alexandrite naik takhta menjadi Kaisar, maka aku akan menjadi istri kaisar—Empress. Wanita paling berkuasa di Kekaisaran ini. Wanita yang memiliki segalanya. Tapi bukan itu yang kuinginkan. Aku tidak pernah menginginkan takhta sebagai istri kaisar maupun pernikahan politik ini.

Aku menggenggam erat belati yang sudah lama kusimpan itu. Alexandrite sudah tertidur. Atau harus kubilang, dia sudah pingsan. Aku memberikan obat bius pada teh yang dia minum tadi. Kebiasaannya tetap sama. Dia tidak membiarkan siapa pun mencicipi tehnya jika aku yang membuatkan dan menuangkannya langsung. Hal yang sama sekali tidak kumengerti. Aku bahkan pernah memasukkan racun ke dalam tehnya. Saat itu dia tidak mati karena ternyata dia sudah memiliki kekebalan terhadap racun. Harusnya sejak saat itu dia mulai waspada dan tidak minum atau makan apa pun yang kuberikan padanya. Tapi dia tidak begitu. Seolah dia menggelar karpet merah dan menaburkan bunga dalam jalanku untuk membunuhnya.

Aku tidak membencinya. Sungguh. Dia adalah satu-satunya pria di dunia kejam ini yang memperlakukanku dengan sangat baik. Memperlakukanku sebagai manusia. Dia sangat sopan. Dia selalu tersenyum padaku. Tidak pernah sekalipun dia melampiaskan amarahnya padaku atau meninggikan nada suaranya padaku. Saat aku baru pertama kali memasuki Istana sebagai tunangannya, dia selalu berusaha meluangkan waktunya meski dia sedang sangat lelah untuk bertemu denganku dan memastikan aku tidak kesepian. Ada dua macam orang di dunia ini, mereka yang menatapku dengan jijik dan rendah atau mereka yang takut padaku sehingga tidak sanggup menatapku. Alexandrite bukan keduanya, dia menatapku dengan lembut dan hangat. Dan meski banyak wanita bangsawan lain mendekatinya dan mendambakannya, dia tidak pernah melirik mereka sedikit pun dan sebisa mungkin tidak membuatku cemburu. Dia... adalah sosok pria sempurna yang takkan bisa ditemukan dimana pun. Sangat bertolak belakang denganku yang merupakan perwujudan mimpi buruk, dia seperti sebuah mimpi indah yang tidak nyata.

Tidak. Aku tidak boleh begini. Aku tidak boleh melibatkan perasaan pribadiku dalam tugas ini. Aku harus segera membunuhnya sekarang juga.
Aku dapat mendengarnya, suara napasnya dan detak jantungnya yang pelan dan teratur. Ini seharusnya adalah malam pertama kami, tapi ini akan menjadi malam terakhir baginya untuk menghembuskan napas.

Aku memang sudah sangat berpengalaman dalam membunuh. Tapi selama ini aku hanya membunuh monster haus darah pemakan manusia. Ini akan menjadi pertama kalinya bagiku membunuh manusia. Jadi aku mengingat-ingat semua yang telah kupelajari di Akademi. Pertama-tama, periksa apakah target benar-benar sudah meminum obat biusnya.

Keluarga kami dianugerahi indra-indra yang tajam. Jadi hanya dengan mendekat padanya, dan menghirup aroma napasnya, aku dapat mencium wangi bunga Dormir, atau yang biasa disebut juga sebagai bunga tidur. Bunga yang wanginya mirip seperti campuran antara wangi buah-buah Berry yang segar dan vanila yang manis itu hanya tumbuh di daratan tinggi dan merupakan obat bius paling kuat--bahkan dapat membuat raksasa pingsan jika memakannya atau meminum sarinya. Keluargaku membudidayakan bunga Dormir di kediaman kami jadi aku tahu banyak tentang bunga itu.

Langkah berikutnya, pastikan dia sudah benar-benar terbius dan tidak sadar. Lakukan hal yang mengejutkan yang dapat membuatnya terbangun jika dia hanya pura-pura tidak sadar. Menusuknya dengan jarum, menggelitik, berteriak di telinganya, menyatakan perasaan, apa saja.

Jadi, aku menciumnya. Dia akan terkejut dan terbangun jika dia hanya pura-pura. Tapi tidak ada reaksi apa pun. Ritme detak jantungnya tetap sama, napasnya tetap teratur. Tidak ada tanda-tanda keterkejutan. Dia benar-benar tidak sadar.

"Itu akan menjadi ciuman terakhir untukmu, Alex. Selamat tinggal."

Langkah berikutnya, tentu saja, bunuh dia.

Darahnya terciprat ke segala arah. Menodai gaun tidurku yang cantik dan berwarna putih, menodai seprai putih tempat tidur kami, dan wajahku, bercampur air mata yang entah kenapa mengalir di pipiku. Aku membunuh suamiku sendiri.

How To Kill Your Rich HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang