"Manusia yang memberiku luka ini. Aku tidak akan menceritakannya padamu." Kataku.
"Sebenarnya aku ingin tahu... Tapi kalau kau merasa tidak nyaman menceritakannya padaku, aku bisa menunggu sampai kau siap menceritakannya."
Aku mengambil gelas anggur itu dari tangan Alexandrite dan mengisinya sendiri karena sepertinya Alexandrite tidak berniat memberiku anggur lagi. Aku mengisinya sampai seluruh isi di botol anggur itu habis kemudian menenggaknya langsung hingga tak tersisa setetes pun.
Kenapa kami jadi membicarakan masalah ini? Aku tidak mau membahasnya. Dan jika aku memang terpaksa harus membahasnya, Alexandrite adalah satu-satunya orang yang tidak boleh mengetahui tentang asal-usul lukaku. Semua orang akan kuberitahu kalau perlu, tapi Alexandrite tidak boleh tahu. Terlalu memalukan. Dia pasti akan berpikir bahwa aku sangat menjijikkan dan tidak pantas berada di ranjang yang sama dengannya. Tidak. Aku bahkan tidak pantas menatapnya dan menghirup udara yang sama dengannya. Jika dia tahu, dia mungkin tidak akan sudi bicara lagi denganku karena ternyata sehina itu nilai diriku dibandingkan dengan dirinya.
Aneh. Padahal seharusnya aku tidak memedulikan cara pandangnya terhadapku. Seharusnya aku tak peduli apa pendapatnya tentangku. Dia adalah klienku sekaligus targetku. Pernikahan ini juga tidak serius. Ini cuma cara agar aku bisa berada di dekatnya, cara untuk membunuhnya. Hubungan di antara kami sesederhana pembunuh dan orang yang minta dibunuh. Seharusnya aku tak perlu berpikir serumit itu.
"Kenapa? Kenapa kau ingin tahu?" Tanyaku akhirnya.
Alexandrite tidak langsung menjawab. Dia hanya memandangiku. Kemudian matanya turun melihat bagian tubuhku yang sudah tidak tertutup selimut entah sejak kapan. Gaun tidur sialan ini memperlihatkan banyak hal padanya. Ralat, gaun tidur terkutuk ini hampir tidak menyembunyikan apa pun darinya. Seluruh kulitku bisa dilihat olehnya. Seluruh luka-lukaku terlihat. Di punggung, di dada, perut dan paha. Hampir setiap inci kulitku dihiasi dengan luka. Aku tak pernah merasa begitu... telanjang. Secara harfiah dan kiasan. Pupus sudah harapanku untuk bisa menyembunyikan luka-lukaku ini dari Alexandrite.
Dia tidak mengalihkan pandangannya. Tapi dia tidak memandangiku dengan maksud tertentu, bukan dengan nafsu. Tidak. Sama sekali bukan. Aku tahu bagaimana tatapan pria yang ingin meniduriku. Aku sudah sering melihatnya, jadi aku tahu. Tapi Alexandrite tidak menunjukkan tatapan seperti itu. Tidak juga mengernyit jijik saat melihat luka-lukaku. Sorot matanya memperlihatkan kepedihan dan kemarahan saat melihat luka-luka di tubuhku. Aku mungkin salah lihat, aku mungkin agak mabuk, tapi sepertinya aku melihat air mata menggenang di pelupuk matanya saat melihat tubuhku. Kedua tangannya mengepal seperti akan membunuh seseorang. Aku belum pernah melihatnya seperti itu.
Alexandrite akhirnya menjawab, "Karena aku tahu rasanya menyimpan rahasia dan duka seorang diri. Aku tahu beratnya beban itu. Paling tidak kau sudah tahu semua tentang rahasia dan dukaku. Aku mau mendengar milikmu."
"Rahasia... dan duka..." Ulangku. Kali ini aku tak berani menatapnya.
"Lagi pula, kita punya waktu semalaman. Kita sama-sama tidak akan bisa tidur malam ini. Kau masih takut padaku dan aku juga takut tanpa sengaja menyentuhmu."
Dia benar. Aku jelas tidak akan bisa tidur. Tapi bukan karena takut padanya. Aku percaya Alexandrite akan menepati janjinya untuk tidak menyentuhku. Dia mungkin akan setuju jika aku mengusulkan untuk mengikat tangannya agar tidak bisa menyentuhku. Tapi aku tahu itu tidak perlu. Aku hanya... bagaimana cara menjelaskannya? Jantungku berdebar, harus kuakui. Dan itu membuatku tidak bisa tidur dengan tenang. Aku justru khawatir bahwa aku lah yang akan melewati batas dan menyentuhnya.
"Benar. Baiklah." Kataku akhirnya. Aku yakin ini efek anggur, mungkin juga karena dia bilang dia ingin mendengar tentang rahasia dan dukaku, terlebih dengan tatapan itu dan dengan sorot mata itu. Aku jadi tak bisa menolaknya. "Aku... tidak pernah menceritakan ini pada siapa pun sebelumnya. Aku tidak tahu apakah aku akan bisa menceritakan semuanya. Aku berharap aku akan lupa seiring berjalannya waktu jika aku tidak pernah mengingat-ingat masa lalu maupun menceritakannya pada siapa pun. Tapi ternyata tidak. Aku ingat semuanya dengan jelas, meski aku tidak yakin dapat menceritakan semuanya padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Kill Your Rich Husband
FantasySebuah permintaan dari Istana sampai ke Keluarga Lenoir yaitu tugas untuk membunuh Putra Mahkota. Tidak diketahui siapa yang memintanya, tapi karena kesepakatan Keluarga Lenoir dengan keluarga Kaisar, Keluarga Lenoir harus melakukan tugas itu tanpa...