Kami ada di kota kecil di daerah dekat perbatasan yang bernama Mediva. Nama kota ini sama dengan nama tembok sihir yang mengelilingi wilayah kekaisaran Clairentina. Tembok Mediva sudah ada sejak awal pembentukan kekaisaran. Kaisar pertama mengumpulkan seluruh penyihir terhebat di benua ini, dan meminta mereka membuat tembok dari sihir yang tidak akan bisa ditembus oleh para monster. Tapi membuat tembok sihir yang kuat ternyata menghabiskan seluruh kekuatan sihir para penyihir itu. Para penyihir itu mati karena kehabisan kekuatan, namun sihir mereka masih hidup hingga sekarang. Mediva adalah nama pemimpin penyihir yang membuat tembok sihir ini. Kaisar memberikan nama itu agar terlihat bahwa Kaisar menghargai nyawa dan pengorbanan para penyihir yang sudah berkorban untuk keamanan hidup para rakyat.
Omong kosong. Mediva dan penyihir lainnya mati sia-sia. Nyatanya monster sepertiku dapat dengan aman melewati tembok sihir itu. Kaisar hanya ingin membunuh para penyihir kuat yang kelak akan menjadi ancaman bagi kekuasaannya. Hanya masalah waktu sampai para monster benar-benar bisa menghancurkan tembok yang tidak seberapa ini lalu menghancurkan seisi Clairentina. Tapi para Lenoir masih ada hingga sekarang untuk mencegah hal itu terjadi. Kami ada untuk membunuh para monster dan membuat Kaisar semakin bersinar dan dipuja oleh seluruh rakyat.
Tapi menepis semua sejarah kelam yang kuketahui tentang Tembok Mediva dan kota kecil nan kumuh ini, aku cukup menikmati acara jalan-jalanku siang ini.
Kevin mengambil wujud kucingnya dan berjalan di dekatku. Wujud manusia Kevin terlalu mencolok di antara para manusia ini dan dia tidak suka jadi pusat perhatian. Kami berjalan-jalan menyusuri pusat kota Mediva yang sangat ramai.
Bau amis dari daging yang hampir membusuk memenuhi udara. Rakyat yang tinggal di kota ini mayoritas adalah para rakyat miskin. Jadi mereka hanya mampu membeli daging yang hampir busuk yang merupakan daging buangan dari kota lainnya yang lebih makmur. Tapi aku sudah sangat familier dengan bau ini. Lagi pula selama ini aku berhadapan dengan para monster yang bangkainya lebih bau dari daging-daging ini. Meskipun begitu, aku tetap tidak akan memakan daging itu. Aku memang lapar, tapi aku masih bisa menahannya. Lagi pula kami tidak punya uang. Aku tidak mau membunuh maupun mencuri hanya untuk daging busuk.
"Kevin, kau lapar?" Tanyaku.
Kevin menyamakan langkah kaki kecilnya dengan langkahku. "Tidak juga. Kau?"
"Masih bisa ditahan." Jawabku.
Setelah berhasil kabur dari penginapan tadi, aku menyuruh Sylvia untuk melacak keberadaan Alexandrite. Sylvia menghafal aroma darahnya dan dia bilang dapat mencium aromanya samar-samar. Tunanganku itu mungkin tidak jauh dari tempat kami berada sekarang. Meski aku tidak sepenuhnya yakin. Alexandrite seharusnya tidak punya kepentingan di daerah kumuh seperti ini.
Sambil menunggu Alexandrite yang mungkin akan datang menjemput kami dan membawa kami kembali ke Istana, aku berjalan-jalan dengan Kevin. Sudah sangat lama sejak terakhir kali aku berkeliaran dengan bebas seperti ini. Sebisa mungkin aku melupakan hal-hal yang menyesakkan selama aku berada di Istana. Jadwal ketat, pelajaran, tugas membunuh Alexandrite, dan pernikahan. Aku melupakan semua itu untuk sementara. Ini terasa seperti hari libur bagiku.
Kota ini memang kumuh, tapi terlihat sangat berwarna dan ramai. Banyak manusia—dan makhluk halfing maupun siluman yang sedang menyamar menjadi manusia—yang datang ke pusat kota untuk belanja, bekerja atau sekedar menikmati musik yang dimainkan oleh pemain musik jalanan. Aku tidak dapat menyembunyikan mataku yang berwarna merah ini, tapi karena kota ini begitu ramai, tidak ada yang memperhatikanku. Terlebih karena aku sedang mengenakan gaun yang sederhana, jadi aku dapat berbaur dengan baik.
Menyenangkan sekali rasanya melihat para pemain musik jalanan memainkan alat musik mereka. Beberapa orang berhenti untuk sekedar menonton atau ikut menari-nari di sekitar para pemain musik itu. Di sekitarnya, ada orang-orang yang mengadakan pertunjukan sulap, ada yang berjualan makanan, ada juga yang membuka taruhan-taruhan untuk hal-hal yang jelas merupakan tipuan. Anak-anak dan orang dewasa mengisi jalanan dengan berbagai barang belanjaan dan makanan, tawa riang dan obrolan. Beberapa ada yang berhenti di tengah jalan untuk menyapa orang-orang yang mereka kenal. Mereka saling bertukar cerita dan bergosip. Aku diam-diam turut mendengarkan dalam diam. Meski awalnya aku tidak berniat untuk mendengarkan, tapi seorang Lenoir memilik indra pendengaran yang tajam. Aku bisa mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Kill Your Rich Husband
FantasySebuah permintaan dari Istana sampai ke Keluarga Lenoir yaitu tugas untuk membunuh Putra Mahkota. Tidak diketahui siapa yang memintanya, tapi karena kesepakatan Keluarga Lenoir dengan keluarga Kaisar, Keluarga Lenoir harus melakukan tugas itu tanpa...